WahanaNews.co | Aktivitas sumur minyak ilegal di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,5 triliun per tahunnya. Setidaknya, saat ini tercatat 7.000 penambangan minyak liar di kabupaten itu.
Sekretaris Daerah Musi Banyuasin Apriyadi mengaku pemerintah setempat geram dengan kegiatan itu karena sudah berlangsung lama. Pemda tidak bisa berbuat banyak lantaran wewenang wilayah kerja tempat sumur bor berada di konsesi pertambangan dan perkebunan.
Baca Juga:
Program Unggulan KSAD di TMMD ke 120, Kodim 0211/TT Buat Sumur Bor di Tapteng
"Kerugian dari kebocoran migas dari hasil catatan Kementerian ESDM 4-5 ribu barel per hari, satu hari rugi Rp 4,2 miliar atau setahun rugi Rp1,5 triliun per tahun," ungkap Apriyadi, Kamis (7/10).
Menurut dia, di kabupaten itu setidaknya terdapat 7.000 sumur minyak ilegal yang tersebar di Kecamatan Keluang, Sanga Desa, Batang Hari Leko, Sungai Angit, dan Pajering. Dari jumlah itu, baru sekitar 1.000 sumur yang ditutup Polda Sumsel belum lama ini.
"Sumur ilegal ini memang sulit dihilangkan, kita akui sulit," kata dia.
Baca Juga:
Warga Tuntut PT SMGP Terkait Pembukaan Sumur V01
Dijelaskan, sebagian besar pihak swasta yang mendapatkan izin konsesi tidak mau bekerjasama dalam proses pencegahan ilegal driling. Mereka terkesan membiarkan dan tak ingin terlibat dalam proses pemberantasan minyak ilegal.
"Jadi lokasi-lokasi yang dibuka oleh masyarakat ada di wilayah kerja semua, ada pemegang izin misalnya di Bayung Lencir di wilayah perkebunan, HTI, pihak swasta, dan BUMN," terangnya.
Dia menilai, pemilik wilayah kerja lepas tangan. Idealnya pemilik bertanggungjawab dengan menjaga wilayahnya agar tidak tercemar atau rusak akibat pertambangan ilegal.
"Kami pemda maunya mereka angkat kaki dari sini, serahkan pengelolaan ke pemda jika terus membiarkan aktivitas," tegasnya. [qnt]