WahanaNews.co | Serikat Petani Indonesia (SPI) meragukan pemberian pupuk bersubsidi yaitu Urea dan NPK oleh pemerintah bakal berefek meningkatkan produktivitas pertanian.
Sebab, pemberian pupuk kimia sintetis, seperti urea dan NPK, tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk organik, tidak bisa meningkatkan produktifitas lahan.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Ketua Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A) SPI Qomarun Najmi menjelaskan pupuk kimia tersedia dalam bentuk senyawa, sementara tanaman hanya bisa memanfaatkan dalam bentuk ion.
Menurut dia, senyawa bisa menjadi unsur, dan kemudian ion, butuh enzim yang hanya bisa dihasilkan oleh mikroba yang ada di pupuk organik, baik padat maupun cair.
“Nah penggunaan pupuk kimia tanpa dibarengi dengan pupuk organik, tidak bisa menghasilkan produksi yang optimal. Ini sekaligus menjawab pertanyaan Presiden, mengapa pemberian subsidi pupuk triliunan tidak menunjukan peningkatan produksi yang signifikan,” ujar Qomar pada wartawan, Senin (18/7/2022).
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Dikatakannya, pupuk kimia menyebabkan kerusakan tanah, atau penurunan kualitas tanah yang sekarang terjadi tidak sepenuhnya karena penggunaan pupuk kimia, lebih karena kurangnya penggunaan pupuk organik.
"Tentu ada juga residu dari pupuk kimia ini, tapi dampaknya bisa kita netralkan dengan penggunaan pupuk organik," imbuh Qomar. Qomar mengatakan penggunaan pupuk alami sendiri untuk saat ini masih belum massif di petani.
Maka dari itu, dibutuhkan peningkatan kapasitas teknis, pengetahuan, dan informasi serta kelembagaan tani sekaligus dukungan anggaran.
Selain itu, lanjut Qomar, selain dukungan pupuk pada sektor produksi pertanian, petani juga membutuhkan dukungan di sektor distribusi.
“Dukungan di sektor distribusi, dalam hal jaminan harga dan pasar, akan meningkatkan motivasi petani untuk menjalankan usaha tani, dan mengupayakan peningkatan produksi,” jelas Qomar.
Sementara itu, Ketua SPI Henry Saragih menyoroti pemberian pupuk subsidi yang terdigitalisasi seiring dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 10 Tahun 2022 mengatur tentang tata cata penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian.
Henry menilai berdasar kondisi lapangan, pemberian subsidi pupuk dengan pendekatan by name by address, justru tidak praktis dalam pelaksanaan.
“Karena sebagian besar lahan petani kita yang relatif kecil, ada ketidaksesuaian antara kemasan pupuk dengan kuota pupuk yang didapatkan petani, pendistribusian secara kolektif akan lebih mengefektifkan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pupuk,” ujar Henry, Senin (18/7/2022).
Henry menuturkan, digitalisasi ini sebenarnya sudah dilakukan, dengan adanya kartu tani. Namun masih ada kendala dilapangan, terutama dalam hal validitas data petani, luasan lahan, status lahan, komoditi, dan rencana kegiatan usaha tani yang dilakukan. [qnt]