WahanaNews.co, Malang - Dalam menjalankan agenda transisi energi di Indonesia, PLN dihadapkan dengan trilema energi. PLN memaparkan berbagai strategi untuk memecahkan trilema energi ini dalam Seminar Nasional Transisi Energi 2023 yang dihelat di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Selasa (28/11/2023).
Dekan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya sekaligus Ketua Penyelenggara Seminar Transisi Energi, Hadi Suyono menilai membangun kelistrikan nasional menjadi pondasi untuk bisa mengimplementasikan transisi energi di Indonesia. Hadi berharap kegiatan ini dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran yang strategis dari regulator, para pakar, asosiasi yang akan didokumentasikan sebagai masukan bagi pemerintah, DPR dan juga PLN.
Baca Juga:
Gendeng Indomobil, PLN Icon Plus Siap Kolaborasi Wujudkan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
“Bagaimana membangun kelistrikan nasional dan selanjutnya dijadikan pondasi dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategis lanjutan dalam akselerasi, dan optimalisasi transisi energi di Indonesia,” ujar Hadi.
Ket foto: Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto dalam paparannya secara daring menekankan perlunya tindakan agresif dengan berbagai upaya guna mengurangi emisi gas rumah kaca, efisiensi energi, pengembangan energi baru terbarukan, dan juga bahan bakar yang rendah karbon. [WahanaNews.co/PLN]
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan energi merupakan kebutuhan primer bagi manusia, untuk itu peran pemerintah sangat penting guna menghadirkan energi yang lebih baik bagi masyarakat.
Baca Juga:
Gendeng Indomobil, PLN Icon Plus Siap Kolaborasi Wujudkan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
“Aspek keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menyangkut sektor energi itu sudah hadir sebagaimana seharusnya. Sehingga hari-hari ini memang tantangannya sungguh luar biasa, kita sebagai bangsa yang mau maju memerlukan energi yang demikian besar, tantangannya memang kualitatif dan kuantitatif,” ujarnya.
Sugeng menekankan perlunya tindakan agresif dengan berbagai upaya guna mengurangi emisi gas rumah kaca, efisiensi energi, pengembangan energi baru terbarukan (EBT), dan juga bahan bakar yang rendah karbon.
“Pemanfaatan sumber daya alam perlu dilakukan dengan mempertimbangkan semua aspek, khususnya nilai accessibility, acceptability, affordability, dan availability. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945," tegas Sugeng.
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan dalam menjalankan transisi energi PLN juga harus memastikan keterjangkauan biaya oleh masyarakat ( affordability), keamanan pasokan listrik ( security), dan keberlanjutan lingkungan ( sustainability) atau konsep trilema energi. Untuk bisa memenuhi prinsip penting ini, maka upaya transisi energi perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan bertahap.
Ket foto: Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan, Wiluyo Kusdwiharto dalam paparannya menjelaskan dalam menjalankan transisi energi PLN juga harus memastikan aspek affordability, security, dan sustainability atau konsep trilema energi. Untuk bisa memenuhi prinsip penting ini, maka upaya transisi energi perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan bertahap. [WahanaNews.co/PLN]
“Pembangkit EBT ini harus dibangun secara bertahap, untuk menggantikan pembangkit fosil yang masih kita miliki. Pembangkit EBT punya karakteristik yang berbeda. Masih bersifat intermitten, maka peralihan ke energi bersih perlu dilakukan dengan bertahap supaya trilema energi ini dapat kita penuhi,” ungkap Wiluyo.
Untuk bisa menjawab tantangan pemerataan akses listrik dari sumber EBT dan affordability, PLN saat ini mengembangkan Green Enabling Transmision Line, di mana kekuatan transmisi dan jaringan distribusi sangat penting dalam pengembangan EBT di Indonesia.
“Sehingga kita bisa memanfaatkan potensi EBT yang mayoritas berada di luar Jawa untuk bisa dimanfaatkan dan dirasakan oleh seluruh masyarakat di Indonesia," tambah Wiluyo.
Tidak hanya itu, PLN juga tengah berupaya melakukan dekarbonisasi dari sektor hulu salah satunya adalah pembatalan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 13,3 GW yang sebelumnya sudah direncanakan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028.
“Kemudian kita mengganti 1,1 GW PLTU kita dengan pembangkit EBT, kemudian 800 MW PLTU dengan pembangkit Gas. Kemudian kita sudah mengganti pemakaian batu bara di 41 PLTU kita dengan produk Biomassa kita dari total 52 PLTU,” tambahnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]