WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang reformasi besar-besaran terhadap tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali digaungkan Presiden Prabowo Subianto dengan nada tegas dan tanpa kompromi sejak awal penyampaian arahannya.
Pada Rabu (15/10/2025) di forum Forbes Global CEO Conference 2025 yang berlangsung di St Regis, Jakarta, Prabowo secara terbuka menyatakan telah memerintahkan manajemen Danantara untuk memangkas jumlah perusahaan BUMN dari sekitar 1.000 entitas menjadi hanya sekitar 200 hingga 240 perusahaan saja.
Baca Juga:
Usai Tiba di Tanah Air, Presiden Prabowo Langsung Pimpin Rapat Terbatas Bahas Isu Strategis Nasional
“Saya sudah memberikan arahan kepada pimpinan Danantara untuk merasionalisasi semuanya, memangkas dari 1.000 BUMN menjadi angka yang lebih rasional, mungkin 200, atau 230, 240, dan kemudian menjalankannya dengan standar internasional,” ujar Prabowo pada Rabu (15/10/2025).
Prabowo menegaskan langkah penyederhanaan jumlah BUMN bukan sekadar penataan administratif, tetapi bagian dari upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas badan usaha milik negara yang selama ini dinilai tidak optimal.
Ia juga meminta Danantara untuk tidak sekadar memangkas jumlah perusahaan, tetapi memastikan bahwa hanya talenta terbaik dan sumber daya manusia berkualitas tinggi yang akan memimpin BUMN yang tersisa.
Baca Juga:
Peringatan Keras BGN: Jangan Permainkan Anggaran MBG, Dua Lauk dan Susu Wajib Ada
“Saya sudah mengatakan kepada manajemen Danantara agar menjalankan BUMN dengan standar bisnis internasional, Anda bisa mencari otak terbaik, talenta terbaik,” kata Prabowo.
Presiden menambahkan bahwa pemerintah saat ini telah membuka ruang lebih luas bagi keterlibatan profesional asing untuk memimpin BUMN, setelah regulasi terkait kepemimpinan perusahaan negara diperbarui.
“Saya telah mengubah regulasi, sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kami,” tegasnya di hadapan para pelaku bisnis global.
Dalam forum yang sama, Prabowo menyampaikan pandangannya bahwa seorang pemimpin politik di era modern tidak bisa lagi mengabaikan aspek ekonomi dan bisnis jika ingin menghasilkan kebijakan yang rasional dan berbasis data.
“Kadang-kadang ada semacam keterputusan antara pelaku ekonomi dan pelaku politik, para pemimpin politik, banyak pemimpin politik, saya rasa, tidak mau mengerjakan pekerjaan rumahnya, banyak pemimpin politik mungkin takut dengan angka atau takut dengan bisnis,” ungkap Prabowo.
Ia kemudian menekankan pentingnya generasi muda yang bercita-cita menjadi pemimpin politik untuk memiliki literasi ekonomi yang kuat agar tidak membuat keputusan yang hanya populis tetapi lemah secara fundamental.
“Jadi saya kira, sekarang menjadi kewajiban bagi para pemimpin muda Indonesia yang ingin menjadi pemimpin politik untuk memahami bisnis dan ekonomi,” imbuhnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]