WAHANANEWS.CO, Jakarta - Praktik pemborosan keuangan negara di tubuh BUMN kembali mencuat setelah pernyataan mengejutkan disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, yang menyebut ada kebocoran hingga Rp30 triliun setiap tahun hanya karena struktur bisnis berlapis yang saling mengambil keuntungan dari induk perusahaan sendiri.
Dony mengungkapkan hal ini dalam sebuah acara di JCC Senayan, Jakarta, pada Kamis (9/10/2025), dan menyebut inefisiensi itu muncul akibat transaksi berlapis di lingkungan BUMN yang melibatkan rantai anak, cucu, hingga cicit perusahaan yang memotong margin dari satu kerja yang seharusnya bisa dilakukan secara langsung.
Baca Juga:
INALUM Dukung Pertanian Berkelanjutan Lewat Penerapan Metode Tani Nusantara di Kuala Tanjung
“Inefisiensi di dalam pengelolaan BUMN kita itu sampai Rp30 triliun karena ada layering transaction,” ujar Dony menyoroti fenomena pemborosan sistemik yang sulit dikendalikan selama struktur model bisnis BUMN tidak dibenahi.
Ia menjelaskan bahwa banyak BUMN memilih membuat anak perusahaan untuk mengerjakan fungsi tertentu alih-alih langsung bekerja sama dengan pihak ketiga yang lebih efisien sehingga setiap lapisan entitas mengambil margin sebelum produk atau jasa mencapai pihak yang sebenarnya menjalankan tugas.
Misalnya dalam pengiriman produk seperti air minum, perusahaan induk membentuk anak usaha logistik, lalu anak usaha tersebut kembali menyewa perusahaan swasta dengan harga jauh lebih murah, sambil tetap mengambil selisih keuntungan tanpa menimbang efisiensi biaya secara menyeluruh.
Baca Juga:
Forum Pimred Beri Apresiasi Bela Negara untuk Kepala Daerah, Instansi, dan BUMN
"Berapa bawa air satu galon? Rp1.000, si anak perusahaan ini cari lagi perusahaan swasta, berapa? Rp800, dia (anak usaha) untung Rp200 sudah, iya, kan? Tapi ada operational cost-nya di situ kan?" tutur Dony memberikan ilustrasi yang menunjukkan adanya pemborosan karena perantara yang tidak perlu.
Menurutnya, pola ini merugikan BUMN secara masif karena setiap lapisan perusahaan mengambil keuntungan dari induknya sendiri, sehingga satu pekerjaan bahkan harus melewati empat entitas berbeda sebelum sampai ke pelaksana sebenarnya dan hal ini membuat BUMN tidak efisien, tidak efektif, dan kehilangan daya saing.
“Ada perusahaan, ya, nanti kalau saya sebutkan kaget-kaget ya, perusahaan-perusahaan yang untuk melakukan satu pekerjaan itu melewati empat anak perusahaan, masing-masing ngambil untung, untung dari induknya sendiri, akibatnya apa? tidak efisien, tidak efektif, tidak kompetitif,” tegasnya memperingatkan dampak langsung dari struktur usaha berlapis tersebut.