WahanaNews.co, Jakarta - 75 warga yang tinggal di Jl. Gorontalo RT 05 dan RT 14 RW 01 Kel. Sungai Bambu, Kec. Tanjung Priok, Jakarta Utara menggugat Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas Sertifikat Hak Pakai No. 767/Sungai Bambu atas nama Polri yang terbit di tanah yang ditinggali mereka sejak tahun 1960
Para warga yang terdampak menggelar konferensi pers pada Jumat (23/02/2024) di aula warga usai menggelar Persidangan Setempat (PS) yang dihadiri Hakim Ketua Arifuddin di lokasi sengketa untuk menjelaskan latar belakang dan alasan di balik tindakan hukum yang mereka ambil.
Baca Juga:
Dugaan Sengketa Lahan, Pemilik Sah Minta Eksekusi Segera Dilakukan
Kuasa hukum warga, Renny F Winata, menegaskan bahwa gugatan ini menyoroti proses penerbitan sertifikat atas nama Polri yang diduga terbit tidak berdasarkan dasar hukum yang jelas, juga proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) warga yang tidak ada tindak lanjutnya oleh kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Ket foto: Kuasa hukum warga Renny F Winata (kanan) bersama perwakilan 75 warga penggugat saat menggelar konferensi pers pada Jumat (23/02/2024) di aula warga usai menggelar Persidangan Setempat (PS) di lokasi sengketa di Jl. Gorontalo RT 05 dan RT 14 RW 01 Kel. Sungai Bambu, Kec. Tanjung Priok, Jakarta Utara. [WahanaNews.co/Andri]
“Tadi pada sidang setempat itu memperlihatkan batas batas yang di ukur oleh petugas PTSL pada thn 2019, Dari ujung batas RT 014 sampai RT 005.
Saat ditanyakan oleh hakim batas batas2 nya mana saja. Dan ditengah2 hunian warga RT 14 yang sudah ada yg bersertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama Irwan Syarifuhdin tahun 2009. ujar Renny.
“Artinya PTSL tahun 2019 itu kita lakukan dengan cara2 yang baik sesuai dengan peraturan perundang- undangan yg berlaku dan asas asas Umum pemerintahan yang baik. Tetapi, kenapa pada tahun 2021 pihak Polri mengajukan sertifikat? dan keluar pada tanggal 15 Desember 2021,” sambung Renny.
Baca Juga:
Sengketa Lahan Trunen dengan Pemkab PPU, Kuasa Hukum Bakal Konfirmasi ke Mendagri
Padahal pengajuan PTSL ini dilakukan setelah Warga menerima Sosialisasi dari kantor Pertanahan Jakut melalui para Ketua RT dan RW di Kantor Kelurahan Sungai Bambu agar warga yang tanahnya belum terfloting dapat segera mendaftarkan dengan petunjuk dan mengisi Formulir oleh kantor Pertanahan Jakut sambung Renny.
Dia menyoroti ketidak wajaran dalam proses penerbitan sertifikat atas nama Polri, mengungkapkan bahwa pihak Kantor Pertanahan Jakut mengklaim dasar penerbitan sertifikat atas nama Polri adalah karena lahan tersebut dulunya adalah asrama. Padahal, hal tersebut dibantah oleh Renny.
“Pada tahun 1955 atau tahun 60-anlah, pihak PT Pelindo menugaskan Polisi Perintis untuk menjaga keamanan di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, dibangunlah Rumah-rumah sederhana disini untuk polisi polisi yang bertugas di pelabuhan, jadi bukan Polri yang membangun, tetapi tanah tsb adalah
Tanah Pelindo (Pelabuhan Indonesia),” kata Renny.
Ia mengatakan pihak Polri mengajukan tiga alat bukti di dalam persidangan tetapi tidak ada Warkah, sementara pihaknya menyampaikan ratusan alat bukti.
Renny juga menjelaskan pihaknya melaporkan dugaan mal administrasi yang dilakukan oleh Kantor pertanahan kota administrasi Jakut dalam proses PTSL kepada Ombusman RI Perwakilan Jakarta Raya, Komnas HAM hingga kementerian ATR.
Hingga pada akhirnya Ombudsman RI mengirimkan surat penutupan laporan pada tgl 17 September 2023 menjelaskan bahwa tanah yang terletak di Jl. Gorontalo Kelurahan Sungai Bambu telah terbit Sertifikat Hak Pakai No. 767/Sungai Bambu atas nama Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Diketahui bahwa 75 warga sebagai penggugat telah membayar Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kurang lebih sejak 44 tahun silam. Selain itu, ada beberapa warga yang memiliki Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) sejak tahun 1979.
Mereka juga memberikan bukti surat berupa rekaptulasi pembayaran PBB yang menunjukkan bhw pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) lunas hingga tahun 2023.
Ia juga mengklaim 75 warga sebagai penggugat telah membangun fasilitas unum dan fasilitas sosial seperti tempat Ibadah dibangun sepenuhnya dengan biaya swadaya dari warga & masyarakat.
Dasar Kepemilikan Tanah Penggugat:
1. Pada 1955, Pelabuhan Tanjung Priok membangun 10 Blok yang tiap Blok terdiri dari 5 rumah untuk Petugas Perintis Polri.
2. Bangunan dibangun di atas tanah seluas 16.572 M2 di Jalan Gorontalo Raya.
3. Bangunan awal berukuran 20 m2, kemudian diperluas oleh para penghuni.
4. Pada 1980, penghuni mengonfirmasi status tanah kepada Pelabuhan Tanjung Priok.
5. Pihak Polri tidak memiliki klaim atas tanah tersebut, seperti ditunjukkan pada surat tahun 1993
6. Sejak 1979, para penghuni lah yang merawat dan membayar pajak atas bangunan tersebut.
7. Polri tidak pernah mengurus renovasi atau memberikan bantuan, menunjukkan tanggung jawab warga atas bangunan.
8. Surat dari Kantor Pertanahan menegaskan bahwa tanah tersebut bukan aset Polri.
9. Pada 2009, sertifikat atas nama individu diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Kota Administrasi Jakut
10. Sejumlah sertifikat telah diterbitkan sebelumnya atas hamparan tanah tersebut.
Dasar dan Alasan-Alasan Pengajuan Gugatan:
Penggugat memiliki klaim atas kepemilikan tanah dan bangunan yang telah mereka rawat dan tempati sejak 1960
Mereka menolak klaim atau tuntutan atas tanah tersebut dari pihak lain.
Mereka mencari kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan bangunan tersebut.
Hingga berita ini ditayangan, WahanaNews.co sedang berupaya memperoleh keterangan resmi dari pihak Polri.
[Redaktur: Amanda Zubehor]