WAHANANEWS.CO, Jakarta - Langkah mengejutkan datang dari pemerintah. Melalui Kementerian Komunikasi dan Digital, negara resmi membatasi program gratis ongkos kirim (ongkir) oleh penyedia jasa kurir hanya sampai tiga hari dalam sebulan.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi Digital Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial.
Baca Juga:
Daya Tarik Insentif E-commerce: Ongkos Kirim Gratis dan Diskon Hemat
Ketentuan kontroversial ini dijelaskan secara eksplisit dalam Pasal 45 ayat 4 yang berbunyi: "Sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan paling lama tiga hari dalam satu bulan."
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa regulasi tersebut hadir sebagai bagian dari arahan langsung Presiden Prabowo Subianto, dengan misi besar memperkuat rantai distribusi nasional dan menciptakan persaingan usaha yang adil.
“Kami sadar, setiap paket yang dikirim membawa harapan. Maka kami pastikan sektor ini tumbuh sehat, kompetitif, dan merata manfaatnya bagi seluruh lapisan masyarakat,” tegas Meutya saat konferensi pers di Jakarta, Sabtu (17/5/2025).
Baca Juga:
Gelegar Harbolnas 10.10, PLN Kasih Gratis Ongkir dan Diskon Hingga Rp40 di PLN Mobile
Regulasi ini juga mengatur standar minimal waktu pengiriman yang berlaku di seluruh Indonesia, termasuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Pemerintah berharap kebijakan ini mampu memberikan dampak langsung terhadap industri logistik nasional.
Distribusi Nasional Jadi Agenda Strategis
Meutya menegaskan bahwa industri pos dan kurir tidak lagi sebatas urusan kirim-mengirim barang, tapi telah menjelma sebagai infrastruktur ekonomi strategis yang menopang konektivitas dan pemerataan akses ekonomi.
Fakta tak terbantahkan, menurut data BPS, sektor transportasi dan logistik tumbuh 9,01 persen secara tahunan pada kuartal I 2025, menjadikannya salah satu motor pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ini bukan sekadar aturan. Ini adalah langkah besar untuk menjaga konektivitas bangsa, membuka akses ekonomi, dan menyatukan harapan masyarakat dari kota hingga pelosok,” pungkas Meutya dengan nada optimistis.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]