WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam menghadapi tantangan investasi, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengungkapkan berbagai hambatan yang menyebabkan investor asing masih enggan menanamkan modal di Indonesia.
Isu-isu terkait ketersediaan energi terbarukan dan kualitas sumber daya manusia menjadi dua faktor utama yang sering diungkapkan oleh para investor.
Baca Juga:
Kemelut Investree: OJK Terima 561 Aduan Konsumen Pasca Pencabutan Izin
Penekanan pada aspek keberlanjutan dan tata kelola lingkungan menjadi penting untuk menarik perhatian mereka.
"Saya di Kementerian Investasi walaupun relatif masih baru, bertemu dengan investor luar maupun dalam dan mereka memang untuk mereka berinvestasi, perilaku yang berhubungan dengan tata kelola yang berkelanjutan dan berkesinambungan dari lingkungan hidup itu menjadi salah satu prioritas utama mereka melakukan investasi," ungkap Rosan dalam Detikcom Leaders Forum 'Menuju Indonesia Hijau: Inovasi Energi dan Sumber Daya Manusia,' yang diadakan di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).
Rosan memberikan contoh di sektor kendaraan listrik (electric vehicle/EV), di mana banyak perusahaan internasional ingin membangun fasilitas produksi di negara yang telah mengadopsi energi terbarukan.
Baca Juga:
Investor Siap Masuk, Anindya Bakrie: Target Investasi Rp 1.900 Triliun di Depan Mata
Ini memastikan bahwa energi yang digunakan dalam proses produksi EV ramah lingkungan.
Untuk mengatasi hal ini, Rosan mengaku pihaknya sedang mendorong pembangunan kawasan industri berbasis energi terbarukan di Indonesia, yang akan mencakup perusahaan-perusahaan penyedia energi bersih.
Langkah ini bertujuan untuk mencegah investor memilih negara tetangga sebagai tempat investasi mereka.
"Ini juga yang kami lihat bahwa ini adalah suatu yang tidak terelakkan. Makanya kita mencoba untuk mendorong pembangunan, contohnya industrial estate (kawasan industri) yang berbasis dengan clean energy," terangnya.
"Bukan kita harus, memang itu adalah permintaan, demand pasar yang memang harus kita lakukan. Kalau nggak nanti kita akan tertinggal oleh banyak negara, terutama paling gampang oleh negara-negara tetangga kita atau neighbouring country," sambung Rosan.
Selain itu, Rosan juga menyebutkan bahwa ketidakpastian tentang kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia menjadi kendala tambahan bagi investor asing.
Meskipun kebijakan pemerintah sudah bagus, tantangan muncul karena banyak tenaga kerja yang tidak memenuhi standar.
Rosan mengungkapkan bahwa dari 134-135 juta tenaga kerja di Indonesia, sekitar 40% hanya memiliki pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa 24% dari tenaga kerja tersebut hanya pernah bersekolah hingga tingkat dasar dan 18% memiliki pendidikan SMA atau SMP, sementara hanya 12-13% yang memiliki latar belakang pendidikan diploma/universitas.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menyiapkan insentif bagi perusahaan yang berpartisipasi dalam program pelatihan dan pendidikan vokasi.
"Apabila setiap perusahaan ikut dalam program vokasi, training dan edukasi baik yang diadakan oleh pemerintah ataupun oleh perusahaan itu sendiri, mereka akan memperoleh insentif pajak sebesar 200%," kata Rosan.
"Pemerintah juga memberikan insentif pajak hingga 30% untuk perusahaan yang melakukan research and development di Indonesia," tambahnya.
Namun, Rosan mencatat bahwa masih banyak perusahaan yang belum mengetahui insentif ini, sehingga sosialisasi mengenai program pelatihan dan edukasi menjadi fokus utama pemerintah saat ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]