WahanaNews.co | Pembangunan kereta cepat di Indonesia sudah hampir 80 persen selesai. Pada tahap operasional awal, kereta cepat akan beroperasi dengan rute Jakarta-Bandung, dengan waktu tempuh sekitar 36 menit saja, atau setengah jam tanpa berhenti.
Hal itu disampaikan pegiat media sosial Denny Siregar melalui Youtube CokroTv.
Baca Juga:
Hasil Diversi dan Litmas, Polsek Siantar Martoba Tetap Tahan Anak Pencuri Besi Pentol Kereta Api
“Coba bandingkan kecepatannya dengan Kereta Argo Parahyangan, yang mencapai 3,5 jam untuk jarak Jakarta-Bandung,” kata Denny, melalui Youtube, dilihat Rabu (22/9).
Denny membandingkan kecepatan KA cepat dengan mobil ferrari, yakni 350 meter/jam.
Menurutnya, biaya proyek pembangunan KA cepat ini mencapai 86 triliun, namun membengkak jadi 113 triliun, lantaran ada penyesuaian di sana-sini.
Baca Juga:
Kereta Cepat Hampir Batal, Luhut Jadi Penyelamat!
“Persoalan pembengkakan biaya ini jadi gibah di kalangan oposisi. Padahal, pembesaran biaya lebih banyak di bagian pembebasan lahan, apalagi ini berbasis ganti untung, bukan ganti rugi,” ujarnya.
Deny mengungkapkan dukungannya atas pembangunan KA Cepat, lantaran ada banyak keuntungan yang bisa diraih.
“Contohnya usaha bioskop. Pendapatannya kan bukan cuma dari tiket. Keuntungan terbesarnya ada di penjualan makanan. Begitu juga dengan KA cepat. Jika melewati 5 stasiun untuk berhenti sebentar, maka area-area sekitar stasiun akan tumbuh ekonominya dengan dibangun kompleks perumahan di sana senilai triliunan rupiah, dan menyerap banyak tenaga kerja,” paparnya.
Deny optimis, jika Indonesia sudah memiliki KA Cepat, dan merupakan yang pertama di Asia Tenggara, maka dunia akan melirik Indonesia sebagai negara yang adaptif terhadap teknologi.
Untuk membangun KA Cepat, kata Deny, butuh keberanian tingkat tinggi.
Deny juga mengungkapkan, bagi Presiden Jokowi, semakin cepat infrastruktur dibangun maka berbagai biaya untuk menggeliatkan ekonomi bisa ditekan.
Kalau sudah begini, orang akan tertarik dengan Indonesia. Nilai triliunan akan kecil artinya, dibanding multiplier effect yang ditimbulkannya.
Deny memaparkan, kenapa Indonesia lebih tertarik kerjasama dengan China ketimbang Jepang.
“Jepang memang murah, tapi mereka minta jaminan. Jepang juga tak mau transfer teknologi, maunya Indonesia tinggal pakai, padahal ke depannya Indonesia ingin bisa membuat kereta cepat sendiri,” paparnya.
Sedangkan China sebaliknya. Menurut Deny, China tak masalah dengan transfer teknologi, karena mereka selalu memperbaharui teknologinya.
“Proposal mereka juga yang terbaik. Proposal yang bagus pasti akan diterima,” pungkasnya. [qnt]