WahanaNews.co, Jakarta - Eddy Soeparno, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, menilai APBN tidak akan kuat untuk menanggung biaya dari program pensiun dini PLTU batu bara. Apalagi, kebutuhan rakyat Indonesia tidak hanya berkutat pada transisi energi semata.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 Tentang Pemberian Dukungan Fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.
Baca Juga:
Pemkab Batang Apresiasi Kontribusi PT Bhimasena Power dalam Layanan Kesehatan dan Pembangunan
Melalui aturan baru tersebut, pembiayaan terkait penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini akan menggunakan APBN.
"Saya kira harus ada dua sumber. APBN tidak mungkin, tidak kuat untuk menanggung pensiun dini PLTU," kata Eddy dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Selasa (24/10/2023).
Menurut Eddy, setidaknya harus ada sumber-sumber pendanaan lain yang dapat digunakan untuk mendukung program pensiun dini PLTU ini. Misalnya, pendanaan melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dan dukungan dari Asian Development Bank (ADB).
Baca Juga:
Usut Tuntas Skandal Proyek PLTU 1 Kalbar, ALPERKLINAS: Jangan Sampai Pasokan Listrik ke Konsumen Terhambat
"Kita tahu saat ini untuk mempensiunkan dini PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon satu itu dibutuhkan dana Rp25 Triliun, nah Rp 12 triliun untuk Pelabuhan Ratu dan Rp 13 triliun untuk PLTU Cirebon-1, untuk Cirebon-1 ini sudah ada komitmen dari ADB untuk membiayainya, nah ini kan besar sekali baru dua PLTU," kata dia.
Pemerintah memang tengah berencana melakukan suntik mati terhadap PLTU batu bara. Dua PLTU yang akan menjadi proyek pilot itu adalah PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon-1.
Sejauh ini, mekanisme suntik mati terhadap PLTU Pelabuhan Ratu dilakukan dengan cara alih kelola dari PT PLN kepada PT Bukit Asam. Semula PLTU ini direncanakan beroperasi selama 24 tahun, namun setelah pengalihan ini masa operasional pembangkit dipangkas menjadi hanya 15 tahun.