WahanaNews.co | Para petani memiliki beragam cara di tengah terbatasnya kuota pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pupuk nonsubsidi. Salah satu cara yang efektif mereka lakukan ialah dengan membuat pupuk alami atau organik.
Seperti yang dilakukan Halid, petani asal Desa Kepuh Teluk, Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Baca Juga:
Mendagri Apresiasi Perjuangan Mentan Amran Tambah Alokasi Pupuk
Ia mengaku membuat pupuk organik yang terbuat dari kotoran sapi. Caranya, kotoran sapi itu dicampur dengan arang sekam, jerami, dedaunan, air secukupnya, dan lima sendok makan gula pasir dan EM4. “Hasil tanamannya bagus," katanya, Sabtu, 21 Mei 2022.
Halid mengaku belajar secara otodidak membuat pupuk alami sendiri. Hal ini dilakukanya karena dia menyadari akan keterbatasan pemerintah mencukupi kuota pupuk tersebut.
"Mau tidak mau harus bikin pupuk alami, karena mau beli pupuk nonorganik mahal. Bila ada uang, saya coba beli pupuk cair untuk membedakan hasil tanaman," ujarnya.
Baca Juga:
Masuk Daftar 500 Perusahaan Terbaik, Pupuk Indonesia Berjaya di Kancah ASEAN
Menurutnya, pupuk buatannya mampu membuat kesuburan tanah dalam waktu lama, sehingga tanaman yang ditanam di tanah bisa tumbuh subur dan berbuah lebat.
Selain itu, pupuk organik juga ramah lingkungan, mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam tanah dan mampu meningkatkan kemampuan tanah menyerap air.
Hal sama disampaikan Setyo Budiawan, petani di Desa Sragi, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar. Ia mengaku menggunakan pupuk biosaka. Pupuk alami buatan kelompok tani setempat ini dibuat dari bahan alami dari rumput yang dicampur dengan air lalu dihancurkan.
"Setelah itu bisa langsung digunakan di lahan untuk semua jenis tanaman. Untuk pemilihan rumput harus memakai rumput yang sehat yang tidak tercampur bahan kimia, dan harus diketahui masa pertumbuhan rumput berada di fase vegetatif atau generatif," katanya.
Menurut Setyo, pupuk biosaka tidak hanya untuk tanaman padi, tapi juga bisa digunakan untuk tanaman lain seperti, kopi, alpukat, durian, jagung, dan kedelai.
"Saya pakai pupuk ini sejak tahun 2021 dan hasilnya bagus. Cara gunakannya mudah, tinggal disemprot dari mulai nol hari sampai enam kali semprotan,” ujarnya.
Halid dan Setyo sangat memahami sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi setiap waktu, karena petani selama ini terlalu bergantung dengan pupuk kimia.
Akan tetapi, mereka tetap berharap kepada pemerintah untuk melakukan penyempurnaan dan verifikasi data petani pada sistem e-RDKK, dengan cara integrasi dengan NIK yang dikelola Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kemendagri.
Halid maupun Setyo juga berharap pemerintah dapat meningkatan kapasitas penyuluh pertanian sebagai man on the spot untuk mendukung e-RDKK dan pendampingan Kartu Tani. Pembekalan khusus ini perlu menjadi bagian integral dari kebijakan penajaman subsidi pupuk. [qnt]