WahanaNews.co | Pemerintah berencana menaikkan tarif batas atas pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 0,5 persen.
Hal ini tertuang dalam UU hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (UU HKPD).
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
Berdasarkan UU HKPD, saat ini ketentuan tarif PBB Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 0,3 persen.
"Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5 persen," tulis Pasal 41 ayat (1) UU HKPD.
Meski demikian, tarif PBB-P2 lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah dari tarif lahan lainnya.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Nantinya, aturan turunan tarif PBB-P2 akan tertuang dalam peraturan daerah.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan, kebijakan mengenai tarif pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) mampu meningkatkan pendapatan bagi kabupaten/kota sebesar 50 persen atau Rp 30,1 triliun, dari Rp 61,2 triliun menjadi Rp 91,3 triliun.
“Perubahan pengaturan pajak daerah termasuk tarif, justru akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah secara terukur,” ujarnya saat Rapat Paripurna DPR Ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (7/12/2021).
Sri Mulyani merinci, UU HKPD juga menyederhanakan atau reklasifikasi 16 jenis pajak daerah menjadi 14 jenis pajak.
Selain itu, rasionalisasi retribusi daerah dari 32 jenis layanan menjadi 18 jenis layanan.
"Hal ini demi memudahkan optimalisasi dan integrasi pemungutan, dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah,” ucapnya.
Menurutnya pemerintah akan memberikan waktu transisi dalam penerapan UU HKPD, mulai dari dua tahun sampai lima tahun. “Penerapan RUU HKPD ada yang sifatnya memiliki transisi sampai lima tahun dan ini akan diatur di dalam PP. PDRD paling lambat dilaksanakan dua tahun sesudah UU ini diundangkan," ucapnya. [qnt]