WahanaNews.co | Harga minyak bergerak naik pada akhir perdagangan Jumat (9/9/2022).
Namun, penguatannya berpotensi terbatas di tengah kenaikan suku bunga dan pembatasan Covid-19 di China.
Baca Juga:
Harga Minyak Dunia di Tengah Sengitnya Perang Israel-Hamas
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak Comex terpantau naik 3,25 poin atau 3,89 persen ke US$ 86,79 per barel.
Sementara itu, harga minyak Brent naik 3,69 poin atau 4,14 persen ke US$ 92,84 per barel.
Analis Monex Investindo Futures (MIFX), Faisyal, menyebutkan, kenaikan harga minyak terjadi di tengah investor yang mempertimbangkan ancaman dari Rusia untuk hentikan ekspor minyak dan gas bagi beberapa pembelinya.
Baca Juga:
Goldman Sachs Prediksi Minyak Melonjak ke US$105 per Barel Tahun 2023
“Namun, kenaikan dapat terbatas di tengah kekhawatiran pasar terhadap kenaikan suku bunga agresif dari beberapa bank sentral dan pembatasan aktivitas Covid-19 di China,” tulisnya dalam riset, dikutip Minggu (11/9/2022).
Selain itu, pengurangan produksi oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan para sekutunya serta outlook yang lebih lemah untuk pertumbuhan produksi minyak AS juga menopang harga minyak.
Energy Information Administration AS mengatakan bahwa mereka memperkirakan produksi minyak mentah AS akan naik sebesar 540.000 barel per hari menjadi 11,79 juta barel per hari pada 2022, turun dari perkiraan sebelumnya untuk kenaikan 610.000 barel per hari.
Namun, kenaikan harga minyak dapat terbatas di tengah kebijakan kenaikan suku bunga agresif dari beberapa bank sentral yang dapat memicu resesi dan melambatkan permintaan bahan bakar.
“Selain itu pasar juga mencemaskan penyebaran virus Covid-19 di China, importir minyak utama dunia dengan kabar terbaru menunjukkan kota Chengdu pada Kamis memperpanjang kebijakan lockdown mereka untuk sebagian besar dari lebih dari 21 juta penduduknya, sementara jutaan warga di wilayah bagian lainnya di Tiongkok di desak untuk tidak berpergian selama liburan mendatang,” jelasnya.
MIFX memperkirakan, minyak berpeluang dibeli selama bergerak di atas level support US$ 84, karena berpotensi bergerak naik membidik resistance terdekat di US$ 86 per barel.
“Namun, jika bergerak turun hingga menembus ke bawah level US$ 84, minyak berpeluang dijual karena berpotensi turun lebih lanjut menguji support selanjutnya di US$ 82,80,” paparnya. [gun]