WahanaNews.co, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin tertekan. Mata uang Garuda ini hampir mencapai level Rp 15.700 awal pekan ini setelah sebelumnya mencapai level di atas Rp 15.600 dalam satu minggu sebelumnya.
Menurut Senior Executive Vice President Treasury and International Banking BCA, Branko Windoe, ada setidaknya tiga penyebab mengapa rupiah terus mengalami tekanan saat ini.
Baca Juga:
Dolar AS Terus Menguat, Rupiah Tertekan ke Level Rp15.500
Pertama, aliran modal asing terus meninggalkan Indonesia, yang terlihat dari defisit dalam transaksi berjalan yang terjadi sejak kuartal II-2023.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, transaksi berjalan Indonesia mencatatkan defisit sekitar 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar US$ 1,9 miliar selama kuartal II-2023.
Ini merupakan defisit pertama setelah tujuh kuartal berturut-turut dengan surplus. Pada kuartal I-2023, surplus dalam transaksi berjalan mencapai US$ 3 miliar.
Baca Juga:
Kejagung Sita Aset Milik Anggota BPK Tersangka Korupsi BTS 4G
"Capital outflow mempengaruhi, kita lihat juga ada pembayaran dividen di kuartal II yang masih besar, dan kita lihat memang namanya service account kita tuh juga masih defisit ya," kata Branko, mengutip CNBC Indonesia, Selasa (10/10/2023).
Faktor kedua, yang menjadi pemicu keluarnya aliran modal asing sehingga defisit transaksi berjalan kembali terjadi, menurut Branko adalah munculnya kondisi bear steepening.
Kondisi itu merupakan saat kurva yield atau imbal hasil US Treasury Bond jangka panjang naik lebih cepat ketimbang tenor jangka pendek.