Tualar juga menyanggah Indonesia kekurangan inovasi dan teknologi di bidang pertanian. Dia menilai banyak perguruan tinggi yang sudah menghasilkan inovasi dan teknologi di bidang pertanian. Namun, inovasi ini belum banyak diaplikasikan di lapangan.
“Orang Indonesia itu penelitiannya hebat, tapi banyak yang belum bisa berpikir apakah teknologi itu akan menghasilkan benefit. Makanya hilirisasi teknologi di perguruan tinggi tidak banyak yang sampai ke petani,” tutur dia.
Baca Juga:
Mentan MoU dengan Vietnam Kembangkan Teknologi Pertanian di Lahan Rawa
Tualar mengatakan hal ini menjadi tantangan bagi peneliti Tanah Air untuk menciptakan teknologi pertanian yang berorientasi pada peningkatan profit. Saat ini, kata Tualar, ada berbagai masalah yang melingkupi sektor pertanian Indonesia.
Seperti kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi, lahan-lahan pertanian di Indonesia makin banyak terkategori sakit, sehingga tidak subur. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk menyembuhkan lahan-lahan tersebut.
Tualar mengenalkan inovasi yang dihasilkannya dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Inovasi bertajuk Teknologi Inovasi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT-BO) ini diirancang sebagai teknologi hemat air, hemat pupuk anorganik, serta hemat benih.
Baca Juga:
Menteri Luhut: China Dukung Pengembangan Pertanian Kalimantan Tengah dengan Teknologi Padi
Teknologi ini menitikberatkan pada manajemen kekuatan biologis tanah, tata air, manajemen tanaman dan pemupukan berbasis organik secara terpadu.
Teknologi yang dikenalkan pertama kali sejak 2006 ini mampu meningkatkan produktivitas padi menjadi tiga kali lipat.
Dari hasil kajian pada 2006-2007, metode intensifikasi padi berbasis aerob terkendali dengan berbagai varietas padi di beberapa lokasi di Jabar dan Jatim ini mampu menghasilkan padi sebesar 10–16 ton per hektare atau naik rata-rata 50-150 persen dibandingkan dengan metode konvensional.