WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian RI menemukan fakta mengejutkan dalam investigasi terbaru mereka: mayoritas beras yang beredar di pasar ternyata tidak sesuai dengan standar mutu, bahkan dijual dengan harga melebihi ketentuan resmi.
Dugaan pelanggaran ini bisa merugikan konsumen hingga hampir Rp 100 triliun setiap tahun.
Baca Juga:
Prabowo: Produksi Beras dan Jagung Nasional Tertinggi Sepanjang Sejarah, Bukti Kerja Nyata Pemerintah
Investigasi dilakukan oleh Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dan pihak Kepolisian.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun turun langsung ke pasar untuk mengecek kondisi di lapangan.
Ia menyampaikan bahwa hasil temuan ini sangat serius dan merugikan jutaan konsumen di Indonesia.
Baca Juga:
Jepang Impor Beras dari Korsel Akibat Lonjakan Harga Domestik
“Ini kita lihat ketidaksesuaian mutu beras premium 85,56%, kemudian ketidaksesuaian HET 59,78%, kemudian beratnya (yang tidak sesuai) 21,66%. Kita gunakan 13 lab seluruh Indonesia, karena kita tidak ingin salah karena ini sangat sensitif,” kata Amran, Jumat (27/6/2025).
Investigasi ini berlangsung selama 6 hingga 23 Juni 2025, dengan total 268 sampel dari 212 merek beras yang tersebar di 10 provinsi.
Kategori yang diuji mencakup beras premium dan medium, dengan pengujian berdasarkan kadar air, persentase beras kepala, butir patah, serta derajat sosoh sesuai Permentan No. 31 Tahun 2017.
Dari hasil uji laboratorium, ditemukan bahwa:
• Sebanyak 85,56% beras premium tidak memenuhi standar mutu.
• Sebanyak 59,78% beras premium dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
• 21,66% beras premium memiliki berat yang lebih ringan dari yang tertera di kemasan.
Sementara itu, kondisi beras medium bahkan lebih memprihatinkan:
• 88,24% tidak sesuai dengan standar mutu SNI.
• 95,12% dijual di atas HET.
• 9,38% memiliki selisih berat di bawah standar label.
Menurut perhitungan Kementan, kerugian konsumen akibat beras premium tak sesuai standar bisa mencapai Rp 34,21 triliun per tahun. Untuk beras medium, kerugian diperkirakan menyentuh angka Rp 65,14 triliun per tahun.
“Jadi ini potensi kerugian konsumen sekitar Rp 99 triliun. Inilah hasil tim bersama turun ke lapangan dan kita akan verifikasi ulang, nanti satgas bergerak mengecek langsung di lapangan. Ada mutunya tidak sesuai, harganya tidak sesuai, beratnya tidak sesuai, ini sangat merugikan konsumen,” tegas Amran.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]