WahanaNews.co, Jakarta - Wakil Menteri Perdagangan DyahRoro Esti Widya Putri menekankan pentingnya Indonesia memiliki sistem logistik yang adaptif sebagai bagian dari kesatuan strategi nasional dalam menghadapi tantangan global.
Sistem logistik diyakini Wamendag Roro sebagai tulang punggung proses ekspor, terutama di tengah upaya Indonesia melakukan diversifikasi pasar ekspor sebagai respons menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS.
Baca Juga:
Jadikan Perdagangan Lebih Adil dan Berkelanjutan, Wamendag Roro: Indonesia Perlu Manfaatkan Hidrogen
Demikian ditekankan Wamendag Roro saat menjadi pembicara kunci dalam Round Table Discussion Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), pada Jumat (25/4) di Menara Kadin, Jakarta.
Kegiatan yang mengangkat tema “Tarif 32% AS: Tantangan dan Peluang Baru dalam Ekspor, Forwarding, dan Logistik” ini dibuka Ketua Umum DPP ALFI Muhammad Akbar Djohan dan dihadiri oleh Ketua Umum KADIN Anindya N. Bakrie.
Turut hadir mendampingi Wamendag Roro dalam kegiatan ini adalah Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Fajarini Puntodewi.
Baca Juga:
Bertemu Delegasi INTA Parlemen Eropa, Wamendag Roro Soroti Penyelesaian Indonesia-EU CEPA dan Kebijakan Lingkungan UE
“Kita tidak bisa menghindari tantangan global seperti arus proteksionisme, tapi Indonesia dapat mengatur arah strategi agar kondisi ini justru dapat menjadikan ekonomi Indonesia kian tangguh. Salah satu yang krusial dilakukan adalah penguatan sistem logistik agar lebih bersaing dan
adaptif,” tegas Wamendag Roro.
Wamendag melanjutkan, penguatan sistem logistik memainkan peran sentral agar proses perluasan ekspor ke pasar nontradisional dapat berjalan lebih efisien.
Saat ini, Indonesia telah memiliki 21 perjanjian dagang dengan negara mitra dan terdapat 16 perjanjian yang sedang dalam proses negosiasi. Beberapa di antaranya adalah dengan Kanada, Iran, Peru, dan Uni Eropa.
Indonesia juga sedang dalam proses aksesi ke Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) dan Brazil, Rusia, India, RRT, Afrika Selatan, Mesir, Etiopia, Indonesia, Iran, dan Arab Saudi (BRICS+) yang memiliki pangsa pasar cukup besar. Untuk itu, hal
selanjutnya yang perlu dilakukan adalah transformasi digital dalam sistem logistik nasional.
“Pemerintah menargetkan integrasi sistem e-logistics yang lebih andal, seperti konektivitas data antar pelabuhan. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kolaborasi antara instansi pemerintah terkait, badan usaha pelabuhan, dan pelaku industri logistik. Forwarder nasional juga harus dibekali dengan infrastruktur digital yang mumpuni agar mampu bersaing secara global,” kata Wamendag Roro.
[Redaktur: Alpredo]