WahanaNews.co | Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membagikan laporan akhir tahun 2022 kemarin, Rabu (28/12/2022).
Hasil laporan tersebut membuat publik bergidik, pasalnya nilai 'shadow economy' atau 'underground economy' cukup luar biasa.
Baca Juga:
Sahroni Desak Polisi Usut Temuan PPATK Dugaan Aktivitas Keuangan Ilegal Ivan Sugianto
Shadow economy sendiri adalah ekonomi yang ditopang oleh kegiatan illegal seperti judi, narkotika, prostitusi, korupsi, hingga pencucian uang.
Dari transaksi keuangan mencurigakan selama 2022, PPATK mencatat jumlahnya mencapai 1.215 laporan dengan nilai Rp 183,8 triliun.
"Sepanjang 2022 saja 11 bulan ini PPATK mencatat 1215 laporan hasil analisis yang terkait dengan 1.544 LTKM (Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan)," ungkap Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, dikutip Kamis (29/12/2022).
Baca Juga:
Skandal Pengusaha Surabaya Terbongkar, PPATK Sita Rekening Ivan Sugianto Usai Intimidasi Siswa SMA
Ivan menyampaikan, pihaknya melakukan permintaan informasi kepada pihak pelapor sebanyak 3.990 informasi yang mayoritas adalah penyedia saja keuangan.
Rinciannya PJK bank 3.158 permintaan, non bank 821 permintaan dan regulator atau instansi lainnya 11 permintaan.
Ivan menambahkan sumber dana pencucian uang berasal dari tindak pidana korupsi dan narkotika. PPATK telah menghasilkan 225 hasil analisis dan 7 hasil pemeriksaan dengan 275 LKTM sejumlah Rp 81,3 triliun.
"Risiko terbesar sumber dana pencucian uang masih diduduki oleh tindak pidana korupsi dan narkotika," pungkasnya.
Sementara itu, Ivan mengungkapkan transaksi video porno dan seksual melibatkan anak di bawah umur di Tanah Air mencapai Rp 114,26 miliar.
Tindak kejahatan ini termasuk ke dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Child Sexual Abuse (CSA).
Dia mengatakan bahwa pelaporan diterima PPATK dari berbagai kalangan, termasuk Penyidik, masyarakat dan NGO yang memperhatikan kegiatan ini.
"Kita tangani secara khusus. Terkait dengan ini, selama 2022, total ada 8 hasil analisis terkait dengan TPPO atau CSA," kata Ivan.
Adapun, dari analisa transaksi ditemukan berbagai profil yang diduga terlibat dalam jaringan TPPO.
Dari temuan PPATK, profil pekerjaan dan usaha yang terlibat a.l. pemilik atau pegawai, money changer, perusahaan tour and travel, jasa penerbangan, jasa angkutan dan petugas imigrasi, Avsec, TNI dan Polri.
Kemudian, PPATK menemukan transaksi kasus pornografi anak banyak pelakunya menggunakan e-wallet, seperti Gopay, Ovo dan Dana. E-wallet ini menampung pembayaran dari pembeli konten pornografi tersebut.
Selain e-wallet, pelaku juga melakukan transaksi menggunakan internet banking dan mobile banking, serta melakukan pemindahbukuan dan transfer via ATM. [ast]