WahanaNews.co | Menyoroti kebijakan larangan penjualan rokok ketengan, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI Tulus Abadi meyakini hal itu akan mengikis prevalensi kemiskinan dan stunting pada masyakarat.
Dia meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk lebih tegas memastikan bahwa larangan penjualan rokok ketengan itu untuk mengurangi tingginya prevalensi kemiskinan dan stunting.
Baca Juga:
Pimpin Ekspose Hasil Pengawasan Distribusi MINYAKITA, Mendag Busan: Pelaku Usaha Jangan Permainkan Harga
Pelarangan rokok ketengan disampaikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beberapa waktu lalu sebagai upaya untuk melindungi keluarga miskin Indonesia yang lebih memilih membeli rokok ketimbang membeli makanan bergizi.
“Kalau presiden langsung concern masalah stunting, seharusnya itu bisa menjadi upaya mengurangi prevalensi stunting yang kini mencapai 24 persen lebih.” ujar Tulus pada konferensi pers virtual yang diadakan oleh Komisi Nasional atau Komnas Pengendalian Tembakau, Jumat (3/2/2023).
Hal itu terjadi, menurut Tulus, dikarenakan konsumsi di rumah tangga miskin yang seharusnya untuk kebutuhan gizi justru dialokasikan untuk membeli rokok.
Baca Juga:
Darurat Perlindungan Konsumen, KRT Tohom Purba Desak Reformasi Regulasi
“Sangat signifikan kalau larangan rokok ketengan itu dilakukan, maka akan mengikis dua hal, yakni prevalensi tingginya kemiskinan dan stunting.” Ungkap Tulus.
Melansir Tempo.co, Tulus mengatakan rumah tangga miskin mayoritas pengguna BPJS, sehingga presiden harus berani menyatakan peserta Penerima Bantuan Iuran atau PBI tidak boleh ada yang merokok, “Kalau ada yang merokok, harus bisa direview keanggotaanya sebagai PBI. Di satu sisi, dia meminta hak JKN-nya, tapi disisi lain dia habiskan uang untuk rokok,” kata Tulus.
“Kalau sebungkus Rp 20 ribu berarti satu bulan Rp 600 ribu untuk konsumsi rokok. Itu jauh lebih tinggi dari subsidi PBI yang diberikan,” imbuhnya.