WahanaNews.co | Presiden Ebrahim Raisi membangga-banggakan kebebasan di Iran, Sabtu (3/12), ketika badan keamanan negaranya mengakui lebih dari 200 orang tewas dalam demo soal hijab dalam 2 bulan terakhir.
"Iran memiliki konstitusi paling progresif di dunia karena dapat menggabungkan ideologi dan demokrasi," ujar Raisi di hadapan parlemen, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Ia kemudian berkata, "Konstitusi itu menjamin keberadaan sistem Islam, [tapi juga] menjamin hak asasi fundamental dan kebebasan."
Raisi menggembar-gemborkan konstitusi Iran ini di hari yang sama ketika badan keamanan tertinggi di negaranya mengakui lebih dari 200 orang tewas dalam gelombang demonstrasi dalam dua bulan belakangan.
Dikutip kantor berita IRNA, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran mengakui bahwa warga yang tewas dalam gelombang demonstrasi itu "lebih dari 200 orang."
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Mereka menjabarkan bahwa total kematian itu termasuk petugas keamanan, warga sipil, separatis, dan "perusuh."
Dewan itu membeberkan bahwa gelombang protes itu juga menyebabkan kerugian jutaan dollar.
Pernyataan ini dirilis beberapa hari setelah sayap elite angkatan bersenjata negara itu, Garda Revolusi Iran, juga untuk pertama kalinya mengakui bahwa lebih dari 300 orang tewas dalam gelombang unjuk rasa itu.
Meski demikian organisasi pemerhati bernama Hak Asasi Manusia Iran menyatakan setidaknya 448 orang "dibunuh pasukan keamanan dalam protes di seluruh kawasan negara itu."
Sementara itu, kepala urusan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa, Volker Turk, mengungkap bahwa 14 ribu orang, termasuk anak-anak, juga ditahan selama konflik bergejolak.
Selama beberapa bulan terakhir, warga Iran memang kerap turun ke jalan untuk memprotes kematian Mahsa Amini, perempuan 22 tahun yang tewas di tahanan.
Amini diduga ditahan karena melanggar aturan berpakaian tertutup.
Dalam gelombang demonstrasi ini, para pengunjuk rasa pun tak hanya memprotes kematian Amini, tapi juga berbagai regulasi yang mendiskriminasi perempuan. [rna]