WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam detik-detik terakhir hidupnya, Paus Fransiskus kembali menegaskan komitmen moral dan spiritualnya kepada kaum marginal, khususnya mereka yang terbelenggu sistem hukum dan hidup di balik jeruji.
Di tengah kondisi fisik yang semakin melemah, beliau tetap konsisten menunjukkan bahwa kepedulian terhadap mereka yang tertindas bukan hanya wacana spiritual, melainkan tindakan nyata hingga akhir hayatnya.
Baca Juga:
Paus Fransiskus Tutup Usia, Berikut Daftar Paus dari Masa ke Masa
Sebagai tindakan kasih terakhir sebelum wafat, Paus Fransiskus menyumbangkan dana sebesar 200.000 Euro atau setara sekitar Rp 3,7 miliar kepada Lembaga Pemasyarakatan Remaja Casal del Marmo yang terletak di Roma.
Kabar ini disampaikan oleh Monsignor Benoni "Don Ben" Ambarus, yang menjabat sebagai penanggung jawab pelayanan amal dan pastoral untuk penjara-penjara di Roma, kepada salah satu media Italia, seperti dilansir oleh Euro News pada Kamis (24/4/2025).
Dana tersebut disalurkan secara khusus kepada sebuah pabrik pasta yang berada di dalam kompleks penjara. Menurut Ambarus, sumbangan ini bersumber langsung dari rekening pribadi Paus Fransiskus.
Baca Juga:
Paus Fransiskus Tak Pernah Ambil Gaji Rp531 Juta per Bulan, Ternyata Ini Alasannya
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya sempat menyampaikan kepada Paus mengenai besarnya beban hipotek yang menjerat pabrik tersebut.
"Saya menjelaskan kepada beliau bahwa jika hutang pabrik dapat dikurangi, maka kami bisa menurunkan harga jual pasta, meningkatkan volume penjualan, dan membuka lebih banyak lapangan kerja bagi para narapidana," tutur Ambarus dalam wawancara dengan surat kabar La Repubblica.
Paus Fransiskus kemudian menanggapinya dengan penuh empati, "Hampir seluruh uang saya telah habis, tapi saya masih memiliki sedikit simpanan di rekening saya."
Ia pun akhirnya menyerahkan sumbangan sebesar 200.000 Euro untuk mendukung keberlanjutan pabrik tersebut.
Bagi Ambarus, kebaikan terakhir dari Paus ini menjadi refleksi paling dalam dari esensi kepemimpinannya sebagai gembala umat Katolik, yang senantiasa memprioritaskan mereka yang terpinggirkan.
Setelah wafatnya, diketahui bahwa kekayaan bersih Paus Fransiskus hanya tersisa sekitar 100 Poundsterling atau kira-kira Rp 2,2 juta. Fakta ini pun menjadi sorotan banyak pihak dan menuai pujian atas hidup sederhana yang dijalaninya.
Beberapa hari sebelum meninggal dunia, tepatnya saat Kamis Putih (17 April 2025), Paus Fransiskus juga sempat mengunjungi Lapas Regina Coeli. Kunjungan tersebut menjadi saksi bisu perjuangan terakhirnya.
“Saya melihat sosok lelaki yang kelelahan, tubuhnya melemah, namun tetap hadir untuk para narapidana. Ia tetap menjadi cahaya harapan di tengah gelapnya kehidupan penjara,” kenang Ambarus.
“Ia benar-benar memperjuangkan mereka hingga hembusan napas terakhir. Tidak heran jika para tahanan melihat sosok seorang ayah dalam dirinya—seseorang yang meninggal demi mereka,” tambahnya.
Selama masa pelayanannya, perhatian Paus Fransiskus kepada para penghuni penjara telah menjadi ciri khas yang membedakan beliau dengan pemimpin agama lain.
Sejak awal masa kepausannya di tahun 2013, ia telah menunjukkan keberpihakan kepada kaum tahanan dengan cara yang nyata.
Pada Kamis Putih tahun pertama kepemimpinannya, Paus langsung mengunjungi Casal del Marmo dan melakukan ritual pembasuhan kaki terhadap para tahanan muda—tindakan simbolis yang sarat makna belas kasih dan penebusan.
Namun, seruan moral Paus agar sistem peradilan lebih berwelas asih terhadap para narapidana, menurut Ambarus, kerap tidak diindahkan oleh lembaga negara. Upayanya untuk menghadirkan sistem yang lebih manusiawi sering kali kandas dalam ranah birokrasi.
Salah satu warisan terbesarnya adalah dibukanya Pintu Suci di Lapas Rebibbia, sebuah hak spiritual istimewa yang sebelumnya hanya tersedia di Basilika Santo Petrus.
Keputusan ini memperluas akses pastoral dan ibadah di dalam penjara, mendorong partisipasi aktif dari para relawan, imam, dan biarawati dalam pelayanan keagamaan di balik jeruji.
Sayangnya, keinginan Paus Fransiskus untuk menghadirkan perubahan sistemik melalui pengurangan masa hukuman sebagai bentuk kepercayaan terhadap potensi pertobatan para tahanan, sebagian besar tidak mendapat respon dari pihak pemerintah.
Namun demikian, dedikasi dan pengorbanan beliau telah menorehkan jejak yang dalam dalam hati mereka yang terpinggirkan, serta menjadi inspirasi bagi banyak orang tentang makna kasih dan pengabdian sejati.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]