WahanaNews.co, Jakarta - Awal pekan ini, Israel melakukan serangan ke konsulat Iran di Damaskus, Suriah, yang mengakibatkan kematian tujuh pejabat Iran, termasuk komandan tertinggi Garda Revolusi (IRGC) Mohammed Reza Zahedi.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) membenarkan serangan tersebut. Namun, IDF mengklaim bahwa serangan mereka ditujukan ke "gedung militer pasukan Al Quds" daripada konsulat Iran.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Setelah serangan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu membenarkan gempuran itu dan menyatakan bahwa negaranya siap untuk berperang dengan Iran.
"Selama bertahun-tahun, Iran terus melawan kami baik secara langsung maupun melalui proksinya; oleh karena itu, Israel bertindak melawan Iran dan proksinya, secara defensif dan ofensif," jelas Netanyahu, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (4/4/2024).
Dalam tulisannya di Middle East Monitor (MEMO), Imran Khalid, seorang analis Timur Tengah, mengatakan IDF jarang memberikan konfirmasi seperti ini, terutama terkait serangan Zionis di luar negeri.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Pada 3 April, Khalid mengutip laporan Jerusalem Post yang menyatakan bahwa Israel tampaknya sedang berusaha secara tidak resmi untuk menegaskan kembali kemampuan militernya dengan memberi tahu orang-orang di seluruh dunia, terutama negara-negara Arab, bahwa mereka "masih sekuat sebelumnya dan telah kembali ke kondisi terbaiknya."
Tidak hanya dua media yang memperkirakan bahwa Israel sedang berusaha melakukannya. Penilaian ini dianut oleh hampir semua media Israel.
Khalid menulis dalam MEMO pada Jumat (5/4) bahwa ada semacam perayaan di Israel, seolah-olah IDF telah mampu mengkompensasi kegagalannya yang menyedihkan dalam menghentikan serbuan Hamas ke Israel pada 7 Oktober.
Menurut Khalid, kematian Zahedi memiliki pengaruh besar dalam penebusan dosa IDF terkait serangan Hamas.
Khalid menilai tewasnya Zahedi "telah memberi Netanyahu alasan untuk mempertahankan agenda Rafahnya."
Israel baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka berencana menyerang Rafah, wilayah di ujung selatan Palestina yang sekarang menjadi tempat pengungsian hampir semua warga Palestina.
Pembunuhan Zahedi, yang dilakukan oleh Khalid, menandai momen penting dalam konflik yang sedang berlangsung di Gaza karena mewakili tewasnya pemimpin IRGC tingkat tinggi untuk ketiga kalinya. Pasukan Al Quds telah kehilangan Soleimani dan Hossein Hamedani sebelum Zahedi.
Khalid berpendapat bahwa kematian para petinggi ini secara tidak sengaja menyebabkan rezim Iran merugi, memicu rasa dendam yang kuat terhadap Zionis.
Selain itu, Khalid menyatakan bahwa serangan Israel terhadap konsulat Iran merupakan peristiwa penting yang lebih dari sekadar "penargetan taktis".
"Hal ini menandakan perubahan dalam strategi Israel yang beralih dari sekadar serangan terisolasi menjadi kampanye yang lebih luas terhadap tokoh-tokoh penting dalam jaringan proksi Iran," tulisnya.
Serangan ini dinilai tak cuma menyasar individu, namun juga jadi sinyal kian tajamnya permusuhan, sekaligus meningkatkan pertaruhan bagi semua aktor yang terlibat dalam perpolitikan Timur Tengah.
Balasan Iran
Khalid juga yakin bahwa Iran akan memberikan balasan yang sangat kuat terhadap Israel. Namun, ia tidak bisa mengatakan secara pasti apa yang akan dilakukan Iran.
Dalam kebanyakan kasus, Iran menanggapi tindakan Israel dengan mengutamakan kepentingan AS. Teheran percaya bahwa konflik dengan Israel sama dengan konflik dengan AS, sekutu kuat Zionis.
Menurutnya, meskipun saat ini tidak ada pihak yang terang-terangan berusaha memulai perang, ada kemungkinan konflik akan berkembang.
Di kawasan ini, dinamika perebutan kekuasaan masih banyak memiliki celah, yang meningkatkan kekhawatiran akan munculnya konflik yang tak terkendali.
Dalam kondisi yang berbahaya ini, diplomasi yang hati-hati dan tindakan de-eskalasi sangat penting. Khalid menyatakan bahwa, meskipun demikian, Netanyahu tampaknya berusaha mencegah konflik di Rafah, terlepas dari tanggapan Iran.
"Dia (Netanyahu) sangat membutuhkan amarah perang Gaza seperti ini demi kelangsungan politiknya," katanya sambil berlanjut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]