WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dunia internasional kembali dibuat geger oleh beredarnya video anak-anak sekolah dasar di Israel yang merayakan kelulusan mereka dengan cara yang sangat mencengangkan: menyanyikan lagu pujian bagi militer Israel sambil menenteng senjata mainan dan menirukan gerakan menembak.
Adegan ini tak pelak memicu gelombang kecaman dari berbagai penjuru dunia.
Baca Juga:
Jakarta Timur dan Selatan Terendam, Banjir Kepung 50 RT Sekaligus
Namun bagi banyak pengamat, ini bukanlah hal yang mengejutkan. Video ini dianggap sebagai puncak gunung es dari sistem indoktrinasi militeristik yang sudah berlangsung puluhan tahun di Israel, terutama dalam membentuk persepsi anak-anak terhadap warga Palestina.
Pada November 2023, stasiun televisi nasional Israel, Kan, pernah mengunggah video serupa yang memperlihatkan anak-anak Israel bernyanyi tentang “menghabisi” seluruh warga Palestina di Gaza dalam waktu satu tahun.
Meskipun video itu akhirnya dihapus akibat protes keras, kontennya sempat menyebar luas dan memunculkan kekhawatiran global.
Baca Juga:
Viral: Menantu Diusir Mertua Tanpa Uang, Emas Rp80 Juta Juga Raib
Aktivis HAM Palestina-Kanada, Rifat Audeh, menulis di Al Jazeera bahwa fenomena semacam ini bukan insiden acak, melainkan produk dari strategi sistematis negara untuk mencuci otak anak-anak agar membenci rakyat Palestina sejak dini.
Sebuah studi klasik karya cendekiawan Israel, Adir Cohen, menemukan bahwa dari 1.700 buku anak-anak berbahasa Ibrani yang diterbitkan antara 1967 hingga 1985, sebanyak 520 buku menggambarkan warga Palestina secara negatif, menyebut mereka sebagai pembohong, pengkhianat, serakah, dan jahat.
Hal serupa juga diungkap Edward Said dalam bukunya The Question of Palestine (1979). Ia menyoroti bagaimana literatur anak-anak Israel menggambarkan karakter Arab dengan nama-nama mengejek seperti "Bandura" (tomat) atau "Bukra" (besok), dan selalu menjadi pihak yang kalah atau terbunuh oleh anak-anak Yahudi pemberani.
Militerisme dan glorifikasi kekerasan juga terlihat dalam pengajaran Holocaust. Sejarawan Andrew Hurley menjelaskan bahwa pendidikan Holocaust digunakan untuk menciptakan rasa kebencian terhadap orang Arab dengan menyebut mereka sebagai "Nazi masa kini".
Ini ditanamkan sejak dini dalam benak anak-anak Israel agar mendukung kekerasan terhadap Palestina sebagai bentuk “balas dendam sejarah”.
Profesor Israel, Meytal Nasie, dalam studinya tahun 2016 menemukan bahwa mayoritas anak-anak Israel mengusulkan tindakan kekerasan sebagai solusi terhadap konflik: memukul, membunuh, atau mengusir warga Arab.
Literatur dan buku teks resmi Israel yang diajarkan di sekolah-sekolah, baik agama maupun sekuler, juga terus menampilkan narasi yang sama: Israel sebagai korban, Palestina sebagai ancaman.
Nurit Peled-Elhanan, dalam bukunya tahun 2013 Palestine in Israeli School Books, memperkuat temuan ini dan menyimpulkan bahwa indoktrinasi kebencian telah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional Israel.
Singkatnya, bukan hal aneh jika anak-anak Israel menyanyikan lagu tentang genosida. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang menormalisasi kekerasan terhadap Palestina.
Video itu hanya sekelumit gambaran dari sistem yang sudah lama berjalan dan terus dilanggengkan oleh negara.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]