WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketua Umum Alperklinas (Aliansi Lembaga Perlindungan Listrik Nasional), KRT Tohom Purba, menghadiri ASEAN Consumer Conference yang berlangsung pada 28-30 Agustus 2024 di Amari Hotel Airport, Don Mueng, Bangkok, Thailand.
Dalam forum tersebut, terungkap bahwa konsumen membutuhkan perlindungan yang memadai dari serangan penipuan digital, karena ancaman ini semakin kompleks dan meluas seiring dengan perkembangan teknologi.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Sebut 'Wanita Listrik' Patut Dicontoh dalam Membangun EBT Tanpa Merusak Lingkungan
Penipuan digital dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan, pencurian identitas, serta kebocoran data pribadi yang rentan disalahgunakan untuk kejahatan.
Lebih lanjut, para penipu kini memanfaatkan kecanggihan teknologi, termasuk kecerdasan buatan, untuk menciptakan modus operandi baru yang sulit dideteksi.
Tohom Purba menyoroti pentingnya perlindungan konsumen yang kuat untuk menjaga hak-hak mereka, serta memberi rasa aman dalam bertransaksi di dunia digital.
Baca Juga:
Bikin Gaduh! Karyawan PT Timah Akhirnya Minta Maaf Usai Hina BPJS dan Honorer
"Tanpa perlindungan yang efektif, konsumen bisa menjadi sasaran empuk, yang pada akhirnya merusak kepercayaan publik terhadap layanan digital dan menghambat inovasi ekonomi," ujarnya.
Acara ini diinisiasi oleh tiga organisasi konsumen ASEAN, yakni TCC Thailand, FOMCA Malaysia, dan YLKI Indonesia, dengan fokus utama pada isu Ekonomi Digital dan Kecerdasan Buatan.
Menurut Tohom, forum tersebut mempertemukan berbagai lembaga konsumen dari berbagai negara untuk memaparkan situasi perlindungan konsumen di ranah digital masing-masing.
Situasi Perlindungan Konsumen di Thailand
Dalam paparannya, Sekretaris Jenderal Thailand Consumer Council (TCC), Saree Aongsomwang, membeberkan ancaman online terbesar di Thailand.
Menurutnya, keluhan konsumen di Thailand banyak berasal dari aplikasi media sosial seperti Facebook.
“Penipuan yang paling sering dilaporkan di Thailand mencakup penjualan produk palsu, penipuan investasi, penyamaran, penipuan romantis, penipuan amal, dan bahkan penipuan pekerjaan,” ungkap Saree.
Ia juga menambahkan bahwa Thailand terus mengembangkan langkah-langkah untuk memperketat perlindungan konsumen, terutama dalam ranah digital.
Dalam hal perlindungan konsumen, Thailand memiliki beberapa lembaga yang bertanggung jawab, termasuk Kantor Komite Perlindungan Data Pribadi.
Lembaga ini sempat menjadi sorotan setelah menjatuhkan denda sebesar 7 juta baht pada entitas swasta karena kebocoran data konsumen.
“Kami baru saja mendenda sebuah perusahaan sebesar 7 juta baht karena kebocoran data pribadi konsumen. Ini menjadi salah satu langkah penting dalam menjaga hak-hak konsumen di era digital,” jelas Saree.
Upaya lainnya termasuk peluncuran hotline Polisi Siber yang bertujuan untuk membekukan akun-akun yang diduga terlibat dalam penipuan secara cepat.
Terdapat pula kebijakan "lihat sebelum bayar" yang memungkinkan konsumen untuk memeriksa produk sebelum melakukan pembayaran.
“Kami juga sedang memperketat prosedur pembukaan akun untuk mencegah penyalahgunaan akun palsu dalam penipuan,” tambah Saree.
Salah satu usulan penting dari TCC adalah penahanan dana sebelum transfer, guna mencegah konsumen dari penipuan dengan mengklik tautan berbahaya yang bisa menguras saldo rekening.
Lebih lanjut, Saree menyatakan bahwa TCC memberikan perlindungan konsumen di delapan area komprehensif, dengan menyediakan ruang khusus bagi konsumen untuk menyampaikan keluhan terkait pelanggaran hak-hak mereka.
[Redaktur: Sandy]