WahanaNews.co | Sistem rudal hipersonik paling canggih milik Kremlin tidak beroperasi efektif di medan pertempuran Rusia-Ukraina.
Demikian disampaikan Kepala Komando Utara (NORTHCOM) Amerika Serikat (AS) Jenderal Glen VanHerck di hadapan Subkomite Pasukan Strategis Angkatan Bersenjata Senat.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Menurutnya, Rusia memiliki tantangan dengan beberapa rudal hipersonik mereka seperti akurasi. "Rudal itu berperforma buruk," ujarnya, seperti dikutip dari USNI, Jumat (20/5/2022).
Terlepas dari ketidaktepatan keseluruhan Rusia dalam menembakkan semua rudalnya, John Plumb, Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Kebijakan Luar Angkasa, mengatakan kenyataan yang serius adalah bahwa diperkirakan 1.500 rudal yang ditembakkan Rusia sejak invasi 24 Februari menargetkan warga sipil Ukraina.
Para saksi dalam sidang Senat setuju bahwa itu adalah penggunaan sistem rudal terbesar sejak Perang Dunia II.
Baca Juga:
Rudal Balistik Houthi Gempur Tel Aviv, Bantu Hizbullah Perangi Israel
Ketika pertempuran di Ukraina telah berkembang, Letnan Jenderal Angkatan Darat Daniel Karbler mengatakan Kiev membutuhkan sistem rudal ofensif dan defensif untuk pertahanan berlapis dan untuk menghalangi manuver Moskow di lapangan. Di antara sistem yang dia sebutkan adalah Patriot, Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) dan mortir khusus.
Sebelumnya, jenderal tertinggi AS; Mark Milley, juga meremehkan rudal-rudal hipersonik yang sudah digunakan Rusia dalam perangnya di Ukraina.
Ketua Kepala Staf Gabungan Amerika tersebut mengatakan penggunaan senjata itu tidak memiliki efek yang benar-benar signifikan atau mengubah permainan.
"Selain kecepatan senjata, dalam hal efeknya pada target tertentu, kami tidak melihat efek yang benar-benar signifikan atau mengubah permainan hingga saat ini dengan pengiriman sejumlah kecil senjata hipersonik yang digunakan Rusia," ujarnya.
Pejabat pertahanan AS mengatakan awal pekan ini bahwa Rusia meluncurkan antara 10 hingga 12 rudal hipersonik terhadap Ukraina sejak meluncurkan invasi ke negara itu pada 24 Februari.
Milley menambahkan bahwa ini adalah pertama kalinya senjata hipersonik digunakan dalam perang. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan:
“Saya pikir dia [Presiden Rusia Vladimir Putin] sedang mencoba untuk menciptakan efek tertentu dengan penggunaan senjata itu [hipersonik]...Dan seperti yang telah ditunjukkan oleh ketua [Jenderal Milley], itu bergerak dengan kecepatan yang membuatnya sangat sulit untuk dicegah. Tapi itu belum menjadi pengubah permainan.”
Austin menambahkan bahwa penggunaan senjata hipersonik Moskow bukanlah tanda bahwa mereka sedang bersiap untuk meningkatkan senjata nuklir.
Tiga hari setelah invasi Rusia, Putin mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi bahwa dia telah memerintahkan “pasukan pencegahan” nuklir negaranya dalam siaga tinggi.
Keesokan harinya, pasukan rudal nuklir Rusia dan Armada Utara dan Armada Pasifik ditempatkan pada tugas tempur yang ditingkatkan. [rin]