WahanaNews.co, Beijing - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, mengklarifikasi bahwa Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, tidak pernah mengungkapkan adanya ekspansi China di Laut China Selatan.
Ini berkaitan dengan pernyataan pers dari Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) yang mengatakan bahwa Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, dan Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, memiliki pandangan bersama bahwa tuntutan wilayah laut yang ambisius dari China di Laut China Selatan tidak sesuai dengan hukum internasional.
Baca Juga:
Nvidia Tersungkur! DeepSeek Guncang Pasar, Saham Teknologi Terjun Bebas
Wang Wenbin menyatakan, "Kami mencatat bahwa dalam pernyataan pers Kementerian Pertahanan Indonesia pada pertemuan yang sama, tidak ada isi seperti yang disebutkan."
Dia juga menambahkan bahwa Kedutaan Besar China di Indonesia telah berkomunikasi dengan pihak Indonesia, dan Indonesia telah menyatakan bahwa pernyataan dari pihak AS tidak akurat.
Melansir Kompas.com, pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan AS pada tanggal 26 Agustus 2023 menjelaskan hasil dari pertemuan antara Austin dan Prabowo.
Baca Juga:
Perayaan Imlek, Ini Barang Wajib yang Dipercaya Membawa Rezeki
Dalam pernyataan tersebut, disampaikan bahwa pandangan Indo-Pasifik Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (AOIP) sejalan dengan pandangan Indo-Pasifik AS.
Sasaran utamanya adalah mencapai perlindungan, keselamatan, ketentraman, kesejahteraan, dan keseimbangan di wilayah Indo-Pasifik.
Dalam pernyataan yang sama, disebutkan bahwa Kementerian Pertahanan AS sedang memantau aktivitas China di Laut China Selatan yang semakin luas dan ambisius, dan menyatakan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan Prinsip Piagam PBB yang menekankan pentingnya menghormati batas-batas kedaulatan negara.
"Kejadian semacam ini bukan yang pertama kali. Saya mulai merenung apakah ini adalah contoh lain dari diplomasi tekanan, propaganda, atau provokasi yang dilakukan oleh AS," komentar Wang Wenbin.
Menurutnya, negara-negara di wilayah ini sudah memiliki tujuan dan kepentingan bersama dalam menjaga kedamaian dan kestabilan di Laut China Selatan serta bekerjasama dalam pembangunan.
"AS seharusnya sungguh-sungguh menghormati usaha negara-negara di wilayah ini untuk mempromosikan ketenangan dan stabilitas di Laut China Selatan. Harap berhenti campur tangan dalam masalah Laut China Selatan, menghindari memperburuk perselisihan dan menciptakan masalah baru, serta menahan diri agar tidak mengganggu perdamaian dan stabilitas di wilayah ini," tegas Wenbin.
Menhan Prabowo Subianto diketahui telah melawat ke AS pekan lalu untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang komitmen pembelian 24 unit pesawat tempur F-15EX, jet tempur terbaru generasi 4.5 di markas besar Boeing di St. Louis, Missouri.
Dia juga menyaksikan penandatanganan pengadaan helikopter Sikorsky S-70M Black Hawk di fasilitas Lockheed Martin di Washington.
Prabowo juga melangsungkan pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi Amerika Serikat, termasuk Menteri Pertahanan Lloyd Austin.
China terlibat dalam konflik wilayah di Laut China Selatan dengan beberapa negara anggota ASEAN, termasuk Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
China menggunakan kerangka Sembilan Garis Putus-putus (nine dash line) yang didasarkan pada klaim historis pergerakan China di perairan tersebut. Karena itu, pemerintah Beijing berpendapat bahwa minimal dua pertiga wilayah di Laut China Selatan berada dalam yurisdiksi China.
Filipina mengajukan gugatan terhadap klaim ini ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Pada tahun 2016, keputusan dikeluarkan yang memihak Filipina, menyatakan bahwa Sembilan Garis Putus-putus tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Namun, sengketa terus berlanjut karena perjanjian kode etik (code of conduct) antara China dan ASEAN belum berhasil dicapai.
Indonesia menyatakan bahwa tidak ada perselisihan maritim dengan China di Laut China Selatan. Meskipun begitu, ada insiden ketegangan antara kapal-kapal China dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia di sekitar perairan Natuna. Ini terjadi karena China sering masuk ke dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]