WahanaNews.co | Militer China dikabarkan meluncurkan proyektil ke Selat Taiwan pada Kamis (4/8), beberapa hari setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat Nancy Pelosi berkunjung ke Taiwan, Selasa (2/8).
Sebagaimana diberitakan AFP, China meluncurkan sejumlah rudal balistik Dongfeng dalam latihan militer tersebut.
Baca Juga:
Beijing Bereaksi Keras, Kapal Perang AS Picu Siaga Tempur di Selat Taiwan
Melihat tindakan China yang tegas merespons kunjungan Pelosi, banyak yang khawatir China bakal memulai perang dengan Taiwan.
Lantas, bagaimana perbandingan militer kedua negara?
Sebagaimana dikutip Global Fire Power, Taiwan memiliki total 1.822.000 tentara. Sebanyak 165 ribu merupakan tentara aktif, dan 1.657.000 adalah tentara cadangan.
Baca Juga:
China Lirik Proyek Energi Indonesia, Bahlil Siap Bongkar Rekam Jejak Pengusaha Nakal
Sementara itu, China memiliki total 2.693.000 tentara. Sebanyak 2.183.000 merupakan tentara aktif, dengan 510 ribu tentara cadangan.
Dari segi pertahanan udara, Taiwan memiliki 289 jet tempur dan 91 helikopter serang. Namun, China memiliki 1.232 jet tempur dan 281 helikopter tempur.
Dari sisi pertahanan darat, Taiwan memiliki 1.180 tank, 2.000 kendaraan lapis baja, dan 1.642 senjata artileri. Sementara itu, China memiliki 1.180 tank, 2.000 kendaraan lapis baja, dan 7.400 artileri.
Dari sisi pertahanan laut, Taiwan memiliki empat kapal perusak, 22 kapal fregat, satu kapal korvet, dan empat kapal selam. Namun, China memiliki tiga kapal induk, 36 kapal perusak, 52 kapal fregat, 50 kapal korvet, dan 74 kapal selam.
Jika melihat angka, Taiwan memang jauh lebih sedikit alutsista dan jumlah tentaranya ketimbang China. Meski begitu, Taiwan dibantu oleh Amerika Serikat, yang notabene merupakan salah satu negara terkuat dunia.
CNN melaporkan dukungan AS terhadap Taiwan dimulai kala perang sipil di China. AS mendukung kubu partai nasionalis Kuomintang (KMT), sementara Uni Soviet mendukung Partai Komunis China (PKC).
Namun dalam perang tersebut, KMT kalah dan harus mengungsi ke Taiwan. Sementara itu, PKC menjadi kekuatan baru di China.
AS sempat berupaya mendukung Taiwan dan keberadaan pemerintahan Republik China (ROC). Namun, kala China memenangkan pengakuan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1970-an, AS mengakui PKC sebagai pemerintah China.
Newsweek melaporkan AS turut mengakui prinsip Satu China, tetapi masih menjalin hubungan dengan Taiwan di bawah Undang-Undang Hubungan Taiwan (TRA).
Dalam aturan tersebut, AS tak mengakui kemerdekaan Taiwan sebagai satu negara, tetapi tak menerima klaim China yang menyatakan Taiwan merupakan bagian dari kedaulatannya.
"Kami menolak upaya unilateral untuk mengubah status quo dari kedua sisi, kami tidak mendukung kemerdekaan Taiwan, dan kami menginginkan masalah selat itu dapat diselesaikan dengan cara damai," demikian pernyataan dari Kementerian Luar Negeri AS. [afs]