WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat kebijakan kontroversial.
Ia mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional dengan alasan kampus ternama itu menolak audit pemerintah dan dianggap menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan pandangan pemerintahannya.
Baca Juga:
Benarkah AS Tak Lagi Adidaya? Ini 3 Penyebab Runtuhnya Amerika Versi Warganya Sendiri
Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem, Jumat (23/5/2025), yang menyebut pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVIS) berlaku segera.
“Harvard gagal memenuhi kewajiban pelaporan dan audit sesuai regulasi federal,” ujar Noem.
Meski demikian, Noem menyebut Harvard bisa mendapatkan kembali haknya jika menyerahkan catatan perilaku mahasiswa asing dalam lima tahun terakhir dalam waktu 72 jam.
Baca Juga:
Teror Drone Kamikaze Guncang Pangkalan Irak, Siapa Dalangnya?
Tindakan ini langsung mendapat reaksi keras dari pihak kampus. Juru bicara Harvard, Jason Newton, menyebut pencabutan SEVIS sebagai pelanggaran hukum dan ancaman terhadap misi akademik universitas.
Ia menyatakan, Harvard berkomitmen melindungi mahasiswa dan akademisi dari lebih 140 negara yang selama ini menjadi bagian penting dari komunitas mereka.
"Langkah ini akan merugikan tidak hanya Harvard, tapi juga merusak kekuatan lunak Amerika dalam pendidikan tinggi," kata Newton.
Data terakhir menunjukkan bahwa dari sekitar 24.960 mahasiswa Harvard, sebanyak 6.793 (27,2%) adalah mahasiswa asing.
Dampak kebijakan ini terasa nyata bagi para calon mahasiswa baru maupun mahasiswa aktif yang kini berada dalam ketidakpastian.
Jared (18), calon mahasiswa asal Selandia Baru, mengaku terpukul mengetahui visa pelajarnya bisa dibatalkan. Ia bahkan mempertimbangkan opsi pembelajaran daring karena tak yakin bisa pindah ke Boston.
Mahasiswa tingkat tiga asal Austria, Karl Molden, juga cemas. Ia saat ini berada di luar negeri dan khawatir tidak bisa kembali ke kampus.
“Kami seperti pion dalam konflik besar antara demokrasi dan otoritarianisme,” katanya.
Kecaman juga datang dari kalangan akademisi. Profesor ekonomi Harvard, Jason Furman, menyebut keputusan Trump mengerikan.
“Sulit membayangkan Harvard tanpa mahasiswa internasional. Mereka adalah sumber inovasi dan kekuatan lunak AS,” ujarnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]