WahanaNews.co |
Perdana Menteri Swedia, Stefan Lofven, memutuskan mengundurkan diri pada Senin
(28/6/2021), satu pekan setelah ia kalah dalam voting mosi tidak percaya.
Lofven mempersilakan ketua
parlemen untuk mulai mencari pengganti.
Baca Juga:
Debat soal Palestina Memanas, Menlu Swedia Dihujani Tomat dan Bawang
Selain mengundurkan diri,
Lofven sebenarnya memiliki opsi lain, yakin menyerukan pemilihan cepat.
Akan tetapi, dia mengatakan,
pemilihan cepat bukanlah pilihan terbaik untuk Swedia.
Opsi tersebut merujuk pada
situasi sulit Swedia akibat dihantam pandemi Covid-19, sementara pemilu
berikutnya juga masih bergulir satu tahun lagi.
Baca Juga:
Raih 18 Trofi Selama Karir, Ini Profil Sven-Goran Eriksson yang Meninggal Dunia
"Dengan alasan itu, saya
meminta parlemen untuk melepaskan saya sebagai perdana menteri," kata pria
63 tahun itu, seperti dikutip dari AFP.
Mantan tukang las itu
berselisih dengan Partai Kiri yang mendukung pemerintahannya.
Dia menjadi pemimpin
pemerintah Swedia pertama yang dilengserkan oleh mosi tidak percaya.
Mosi tidak percaya diajukan
Partai Kiri terkait kebijakan sewa apartemen.
Proposal itu dianggap
memungkinkan tuan tanah secara bebas menetapkan biaya sewa untuk apartemen baru.
Cara tersebut dipandang
bertentangan dengan model sosial Swedia dan mengancam hak-hak penyewa.
Partai Moderat konservatif
dan Demokrat Kristen mendukung mosi tersebut.
Sebanyak 181 dari 349 anggota
parlemen setuju untuk melengserkan sang PM.
Saat mengumumkan pengunduran
diri, Lofven juga mengkritik langkah untuk menggulingkannya, di mana tidak ada
suara mayoritas yang dijamin untuk menggantikannya.
"Mereka memilih untuk
melengserkan pemerintah tanpa mereka sendiri memiliki alternatif,"
katanya.
Saat ini, keputusan ada pada Ketua
Parlemen, Andreas Norlen, guna membuka negosiasi dengan partai-partai untuk
menemukan Perdana Menteri baru.
Pemerintahan Lofven sementara
ini masih menyelesaikan tugas rutin sampai pemerintahan baru terbentuk. [dhn]