WahanaNews.co | Agresi militer Rusia ke Ukraina memicu kekhawatiran akan terjadinya perang Dunia III dan bencan nuklir.
Wacana Perang Dunia III ini cukup mengerikan, mengingat Rusia dan Ukraina sama-sama memiliki sumber daya nuklir.
Baca Juga:
Begini Ramalan Baba Vanga Soal Perang Dunia Ke-3
Pakar Hukum Nuklir Universitas Airlangga, Dr. Intan I. Soeparna, menilai bukan tidak mungkin Rusia akan menggunakan senjata nuklir untuk menyelesaikan konflik Ukraina.
Menurut Intan, Rusia tidak menandatangani Treaty Prohibition of Nuclear Weapon (TPNW), sehingga negara itu tidak terikat pada norma dalam traktat tersebut.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga sempat mengungkapkan bakal menggunakan senjata nuklir sebagai opsi terakhir apabila negosiasi penghentian perang ini tak mendapatkan kesepakatan.
Baca Juga:
Bom Truk Koyak Jembatan Krimea, Tiga Orang Tewas
Melihat kemungkinan ini, Intan menilai pencegahan penggunaan nuklir bakal bergantung dari keberhasilan negara dunia dan rakyat Rusia mendesak Putin.
"Jadi, pencegahan penggunaan nuklir saat ini sangat bergantung dari keberhasilan desakan negara lain dan rakyat Rusia sendiri. Sementara Rusia (Putin) harus mempertimbangkan konsekuensi dari perang nuklir," jelas Intan dalam siaran pers yang diterima media, kemarin.
Meski demikian, sejumlah pengamat menilai Perang Dunia III sukar terjadi.
"Itu nonsense. Siapa yang mau bikin perang dunia III? Lihat saja yang berperang kan Rusia melawan Ukraina," kata Pengamat Hubungan Internasional (HI) dari Universitas Airlangga, I Gede Wahyu Wicaksana saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (8/3).
Wahyu menilai, Rusia tidak menggunakan kekuatan militer secara penuh untuk menyerang Ukraina. Ia juga mengatakan Rusia tidak menghancurkan Ukraina secara total.
Selain itu, aktor besar dunia untuk Perang Dunia III, seperti NATO dan Amerika Serikat, tidak menerjunkan pasukan mereka. AS dan negara-negara anggota NATO hanya memberikan bantuan peralatan militer. Hal ini menjadi salah satu alasan kemungkinan Perang Dunia III amat kecil terjadi.
Wahyu juga menyinggung bahwa negara Barat tidak berani bertempur dengan Rusia.
"Karena mereka tak berani bertempur. Bagaimana caranya untuk menjatuhkan Putin tanpa harus mereka ikut berperang, ya sanksi," jelas Wahyu saat ditanya soal alasan negara Barat menjatuhkan sanksi ke Rusia.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Prof. Dr. Moestopo, Fadra, juga memiliki pendapat yang sama.
"Saya pikir, di sini, banyak negara yang berpikir trauma Perang Dunia II sangat besar. Perang dingin juga menyeret beberapa negara juga ekonominya ke dalam keterpurukan," kata Fadra saat diwawancara CNNIndonesia.com, Rabu (9/3).
Menurut Fadra, negara-negara Barat tak menginginkan terjadinya Perang Dunia III, meski tak menutup kemungkinan eskalasi perang akan meningkat.
Fadra juga menilai kesiapan AS dan NATO bakal menjadi penentu pecah atau tidaknya Perang Dunia III.
"Ini juga bergantung dari NATO dan Amerika Serikat, apakah mereka siap untuk hal itu," tuturnya lagi.
Selain itu, Fadra menyoroti keuangan NATO yang menjadi masalah. Ia menyatakan, sejumlah negara NATO sudah mengeluhkan biaya yang dikeluarkan untuk pakta tersebut tidak sedikit.
"Sehingga mereka mulai melihat lagi apakah penting ini NATO," lanjutnya.
Sementara itu, Pengamat HI dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mengatakan bahwa Putin tidak membutuhkan kemenangan dari konflik nuklir.
"Yang diperlukan Putin bukan kemenangan lewat nuklir, Putin gak perlu itu. Yang Putin perlukan adalah keyakinan seluruh wilayah eks Soviet Union itu tunduk pada kepemimpinan Putin," kata Rezasyah saat dihubungi media, Selasa (8/3). [bay]