WahanaNews.co, Gaza - Tank-tank Israel mulai awal pekan ini melakukan blokade terhadap RS Al Shifa di Kota Gaza. Petugas medis di rumah sakit ini melaporkan bahwa sejumlah pasien, termasuk bayi yang baru lahir, meninggal karena kekurangan pasokan listrik.
RS Al Shifa dijadikan target utama oleh pasukan Israel untuk mengendalikan separuh wilayah utara Jalur Gaza.
Baca Juga:
Perusahaan Rusia Janjikan Rp 1 Miliar untuk Hancurkan 2 Tank NATO
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf Al Qidra, yang berada di dalam RS tersebut, menyampaikan bahwa dalam tiga hari terakhir, 32 pasien termasuk tiga bayi yang baru lahir telah meninggal akibat pemadaman listrik dan pengepungan.
Melansir Reuters, saat ini setidaknya 650 pasien masih berada di RS tersebut, menunggu evakuasi oleh Palang Merah atau lembaga netral lainnya.
Israel menyatakan bahwa blokade ini dilakukan karena RS tersebut berada di atas terowongan yang digunakan oleh pejuang Hamas, yang diduga menggunakan pasien sebagai perisai manusia.
Baca Juga:
Pakar Tak Yakin Kemampuan Tank-tank NATO di Ukraina
Klaim tersebut, bagaimanapun, dibantah oleh kelompok perlawanan Palestina itu.
"Tank-tank berada di depan RS. Kami diblokade penuh. Ini daerah sipil sepenuhnya. Hanya ada fasilitas kesehatan, pasien, dokter, dan warga sipil lain yang tinggal di RS. Ini harus dihentikan," kata seorang ahli bedah Al Shifa, Dr Ahmed El Mokhallalati, lewat telepon.
"Mereka membombardir tangki-tangki (air), mereka membombardir sumur-sumur, mereka membombardir pompa oksigen juga. Mereka membombardir segalanya di RS," kata dia.
"Kami hampir tidak bisa melanjutkan kegiatan di rumah sakit. Kami menyatakan bahwa rumah sakit tidak lagi menjadi tempat yang aman untuk merawat pasien. Meninggalkan pasien di sini akan membahayakan mereka."
Israel memulai perang melawan Hamas bulan lalu setelah kelompok perlawanan Palestina tersebut melakukan serangan di Israel selatan. Menurut laporan dari pihak Israel, sekitar 1.200 orang tewas dan 240 orang disandera di Gaza.
Di sisi lain, Palestina melaporkan bahwa lebih dari 11.000 warga sipil, termasuk 40 persen anak-anak, tewas, dan lebih dari separuh penduduk Gaza kehilangan tempat tinggal akibat serangan yang terus menerus dari Israel.
Sejak pasukan darat Israel memasuki Gaza pada akhir Oktober dan mengepung Kota Gaza, pertempuran terutama terfokus di sekitar RS Al Shifa, yang merupakan rumah sakit terbesar di wilayah Palestina itu.
Jubir Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf Al Qidra, menyampaikan bahwa saat ini tank Israel berjaga di gerbang RS Al Shifa.
Penembak jitu dan pesawat nirawak Israel juga dilaporkan menembaki rumah sakit, membuat petugas medis dan pasien tidak memiliki kemampuan untuk bertindak.
"Kami dikepung dan berada dalam lingkaran kematian," katanya.
Israel memerintahkan warga sipil untuk meninggalkan RS itu dan meminta petugas medis memindahkan pasien ke tempat lain.
Israel mengaku telah berusaha mengungsikan bayi-bayi baru lahir dari ruang inkubator dan menawarkan 300 liter bahan bakar untuk menyalakan generator darurat di pintu masuk Al Shifa, tetapi tawaran tersebut ditolak oleh Hamas.
Qidra mengatakan 300 liter itu hanya akan cukup untuk menyalakan listrik setengah jam, sedangkan Al Shifa membutuhkan 8.000-10.000 liter bahan bakar per hari yang dikirim oleh Palang Merah atau lembaga internasional.
Namun, seorang pejabat Israel mengatakan 300 liter bisa bertahan beberapa jam karena hanya ruang gawat darurat yang beroperasi.
Sang ahli bedah, Dr El Mokhallalati, mengatakan bayi-bayi prematur yang biasanya dirawat di inkubator terpisah sekarang dibaringkan delapan orang dalam satu ranjang. Mereka dihangatkan dengan daya listrik yang tersisa.
Setelah tiga bayi meninggal, masih ada 36 bayi yang dirawat di bangsal kelahiran, katanya.
"Kami menduga akan kehilangan lebih banyak bayi setiap hari," kata sang dokter.
Rumah sakit besar kedua di Gaza utara, Al Quds, juga telah berhenti beroperasi.
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan RS itu dikelilingi oleh pertempuran sengit, sehingga konvoi kendaraan Palang Merah untuk mengevakuasi pasien dan staf medis tidak bisa menjangkaunya.
Badan-badan PBB mengheningkan cipta satu menit pada Senin bagi 101 staf yang telah tewas di Gaza, angka terbanyak sejak PBB didirikan usai Perang Dunia Kedua.
Organisasi internasional itu telah menjalankan operasi kemanusiaan selama beberapa generasi di Gaza, yang sebagian besar penduduknya adalah pengungsi.
Dunia Terbelah
Konflik yang telah berlangsung selama lebih dari sebulan ini telah membuat dunia terpecah.
Banyak negara mengatakan serangan Hamas ke Israel tidak berarti bahwa serangan balasan Israel, yang telah membunuh begitu banyak warga sipil di Gaza yang padat penduduk, bisa dibenarkan.
Israel, yang mengaku akan menghancurkan Hamas, menolak gencatan senjata dengan dalih bahwa hal itu akan memberi Hamas kesempatan untuk menghimpun kekuatan.
AS mendukung sikap Israel tersebut meski mengatakan tetap mendorong sekutunya itu untuk melindungi warga sipil.
"Amerika Serikat tidak ingin melihat pertempuran di rumah sakit di mana orang-orang tak berdosa, pasien yang dirawat, terjebak dalam baku tembak, dan kami telah berdiskusi aktif dengan Pasukan Pertahanan Israel tentang hal ini," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, kepada CBS News.
Ratusan ribu warga sipil diyakini masih berada di wilayah utara Gaza, meskipun Israel telah mengeluarkan perintah untuk evakuasi.
Di sisi lain, serangan terus dilancarkan oleh Israel di wilayah selatan Gaza. Pejabat kesehatan di sana melaporkan setidaknya 14 orang tewas dalam dua serangan terpisah di Kota Khan Younis.
Di Rumah Sakit Nasser, para korban, termasuk anak-anak, dibawa oleh warga dengan kendaraan pribadi.
Seorang pria di tengah kekacauan berteriak, "Banyak mayat di bawah reruntuhan, kami membutuhkan ambulans."
Dalam perkembangan konflik Israel-Palestina ini, keprihatinan meningkat bahwa situasinya bisa meluas di luar wilayah Gaza.
Hizbullah yang berbasis di Lebanon dilaporkan terlibat dalam pertempuran dengan Israel, dengan meluncurkan setidaknya 40 serangan pesawat nirawak dan roket terhadap pasukan Amerika Serikat.
Pada hari Minggu, Amerika Serikat melancarkan dua serangan udara di Suriah terhadap kelompok yang didukung oleh Iran, menurut pejabat pertahanan AS.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]