WAHANANEWS.CO, Jakarta - Memasuki fase krusial dalam masa pemerintahannya yang baru dimulai, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjadi sorotan tajam.
Banyak pihak menilai periode awal kepemimpinannya mencerminkan arah kebijakan yang tidak hanya kontroversial, tetapi juga menimbulkan dampak luas di dalam dan luar negeri.
Baca Juga:
Akhiri Era Kontroversial di Pemerintahan Trump, Elon Musk Umumkan Mundur Bertahap dari DOGE
Dari kebijakan luar negeri yang konfrontatif hingga langkah-langkah domestik yang keras, gaya Trump sekali lagi memecah opini publik.
Dalam 100 hari pertama masa jabatannya, Trump hanya mendapatkan tingkat kepuasan sebesar 39 persen dari warga Amerika, menurut survei terbaru yang dilakukan oleh The Washington Post bersama ABC News.
Angka ini menunjukkan penurunan tajam dalam tingkat kepercayaan masyarakat terhadapnya sebagai pemimpin negara.
Baca Juga:
Pemerintah RI Minta Trump Patuhi Prosedur Hukum Soal WNI yang Ditahan di AS
Walau begitu, Trump tetap memilih untuk merayakan tonggak tersebut dengan penuh percaya diri.
Ia menggelar kampanye besar-besaran di negara bagian Michigan, wilayah penting yang berhasil ia menangkan dalam pemilu lalu, ketika mengalahkan Kamala Harris pada November.
Sejak pelantikannya, Trump telah mendorong sejumlah kebijakan radikal yang langsung menimbulkan perdebatan luas.
Beberapa di antaranya termasuk penerapan tarif tinggi terhadap produk-produk impor, pengurangan besar-besaran pegawai federal yang disebut dilakukan bersama mitranya Elon Musk, serta pemutusan berbagai bentuk bantuan ke luar negeri.
Kebijakan ekonomi agresif ini tidak serta-merta membawa hasil positif. Sebaliknya, pasar keuangan justru bergejolak.
Wall Street tercatat mengalami penurunan lebih dari enam persen sejak Trump kembali menjabat, meski sempat mengalami kenaikan tipis menyusul wacana pelonggaran tarif otomotif.
Selain soal ekonomi, Trump juga dikecam keras atas langkah-langkah kontroversial di bidang imigrasi.
Di antaranya adalah kebijakan deportasi cepat tanpa proses hukum yang telah menuai banyak protes dari kelompok hak asasi manusia.
Partai Demokrat pun tak tinggal diam. Mereka memanfaatkan momen ini untuk melancarkan kritik pedas, menyebut 100 hari pertama Trump sebagai "sebuah kegagalan besar."
Dalam pernyataan resminya, Komite Nasional Demokrat menyalahkan Trump atas meningkatnya biaya hidup, sulitnya masa pensiun bagi warga, serta memburuknya prospek ekonomi nasional.
"Trump bertanggung jawab atas kondisi di mana harga-harga melambung tinggi dan ekonomi berada di tepi jurang resesi," demikian kutipan dari pernyataan tersebut.
Walaupun menghadapi tekanan di tingkat nasional, Trump masih mempertahankan dukungan kuat dari basis pendukung setianya. Ia bahkan mengklaim bahwa seluruh janji kampanyenya sudah terpenuhi atau dalam tahap penyelesaian akhir.
"Saya rasa hampir semua janji kami telah kami wujudkan, atau kini tengah berada di tahap akhir," ucap Trump sesaat sebelum bertolak ke Michigan untuk melanjutkan agenda kampanyenya.
Namun, sebagian kebijakannya terus menimbulkan kontroversi. Usaha untuk mencabut kewarganegaraan bagi warga kelahiran AS dan rencana penghapusan dana untuk pendidikan tinggi menimbulkan kekhawatiran soal batas konstitusional kekuasaan presiden.
Salah satu janji paling mencolok Trump adalah janjinya untuk mengakhiri perang di Ukraina hanya dalam 24 jam.
Namun, kenyataannya, Rusia dikabarkan telah menolak tawaran gencatan senjata yang diajukannya.
Kini Trump menyebut pernyataan tersebut sebagai “lelucon,” meski menurut laporan CNN, ia telah mengulang klaim itu lebih dari 50 kali selama kampanye berlangsung.
Kendati berbagai kontroversi menyelimutinya, Trump tetap menjadi tokoh favorit di mata para pendukung setianya.
"Dia luar biasa. Orang-orang terlalu panik soal tarif. Kami tidak khawatir -- lihat saja berbagai hal lain yang mulai membaik," ujar Donna Fitzsimons, perempuan 65 tahun yang menjual suvenir di lokasi kampanye Trump di Michigan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]