WahanaNews.co |
Negara-negara anggota G7 diperkirakan bakal mendukung proposal pajak minimum
perusahaan global yang diajukan Amerika Serikat (AS) dalam pertemuan di London,
Inggris, akhir pekan ini.
ass="MsoNormal">Seperti diketahui, pada Mei lalu, Kementerian
Keuangan AS mengusulkan pajak perusahaan multinasional minimum 15 persen yang
berlaku secara global agar perusahaan-perusahaan tersebut tidak mengalihkan
keuntungannya ke negara surga pajak.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Batas minimum yang diusulkan itu lebih rendah
dari proposal Presiden AS, Joe Biden, yakni menaikkan tarif pajak perusahaan
domestik menjadi 28 persen.
Biden juga mengusulkan pengenaan retribusi
minimum 21 persen atas keuntungan luar negeri yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan
AS.
"Dengan pajak minimum perusahaan global
yang secara fungsional ditetapkan nol hari ini, Amerika Serikat dan
negara-negara lain tak punya kemampuan untuk meningkatkan pendapatan yang
diperlukan untuk melakukan investasi penting," kata Kementerian Keuangan
AS dalam pernyataan resminya, dikutip CNN Business.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
Sementara itu, Jumat (4/6/2021) kemarin, Menteri
Keuangan Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol, menulis dalam sebuah surat
kepada Guardian bahwa proposal AS adalah "awal yang menjanjikan".
"Karena itu, kami berkomitmen untuk
menentukan posisi bersama tentang sistem pajak internasional baru pada
pertemuan Menteri Keuangan G7 di London, hari ini. Kami yakin, itu akan
menciptakan momentum yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan global di G20
di Venesia pada Juli mendatang," tulis mereka.
Sementara beberapa negara raksasa Eropa telah
mengindikasikan setuju dengan rencana tersebut, kecuali Inggris yang menilai
proposal AS dapat berhasil tetapi masih banyak yang harus dilakukan untuk
menuntaskan rinciannya.
Pembahasan soal batas minimum pajak sebenarnya
telah dibahas pada pertemuan negara-negara anggota G7 yang dilakukan secara
virtual tahun lalu.
Saat itu Menteri Keuangan Jerman, Olaf Scholz,
sempat menyampaikan harapannya agar kelompok tersebut membuat kemajuan yang
signifikan dalam masalah pajak perusahaan multinasional.
Termasuk, masalah pajak yang lebih pelik pada
perusahaan layanan digital besar, seperti Facebook (FB.O), Amazon.com
(AMZN.O), Google (GOOGL.O), Apple Inc (AAPL.O), dan Microsoft
(MSFT.O).
Pasalnya, sejumlah negara telah memberlakukan
pajak layanan digital secara sepihak.
Pungutan pajak itu menargetkan
perusahaan-perusahaan raksasa digital tersebut, sehingga menimbulkan aksi
ancaman balasan oleh AS lewat tarif.
AS bersikeras bahwa setiap rezim pajak tidak
boleh mendiskriminasi perusahaan-perusahaan digital mereka, sehingga melarang
pengenaan pajak layanan digital.
Namun, mereka justru mengusulkan tambahan
pungutan pajak pada 100 perusahaan terbesar dan paling menguntungkan di
negara-negara tempat mereka melakukan bisnis, terlepas dari klasifikasi
industri dan model bisnisnya.
Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak, menilai,
rencana tambahan pungutan pajak pada 100 perusahaan itu bisa berhasil.
Namun, ia bersikeras bahwa perusahaan
teknologi besar juga harus menjadi bagian dari 100 perusahaan itu, dan membayar
lebih banyak pajak di tempat mereka menjalankan bisnis. [dhn]