WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Intelijen Militer Ukraina (GUR) mengklaim bahwa Rusia berencana melakukan peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) RS-24 Yars sebagai bagian dari skenario “latihan dan pertempuran.”
Menurut GUR, tujuan peluncuran ini adalah untuk menciptakan tekanan psikologis terhadap Ukraina dan negara-negara Barat.
Baca Juga:
Perundingan Damai Rusia-Ukraina di Turki, Putin Dipastikan Absen
“Untuk secara nyata menekan dan mengintimidasi Ukraina, dan juga negara-negara anggota Uni Eropa dan NATO, negara agresor Rusia bermaksud untuk melakukan peluncuran 'latihan dan pertempuran' rudal balistik antarbenua RS-24 dari kompleks Yars,” demikian pernyataan resmi GUR melalui Telegram, dikutip Reuters, Senin (19/5/2025).
Menurut intelijen Ukraina, peluncuran malam hari itu akan dilakukan dari wilayah Sverdlovsk, Rusia. RS-24 Yars diketahui mampu membawa hulu ledak nuklir dan menjangkau lebih dari 10.000 kilometer.
Hingga kini, Moskow belum menanggapi tuduhan tersebut.
Baca Juga:
Menkum: Eks Aggota TNI AL Tak Ajukan Penghapusan WNI Usai Aktif di Militer Rusia
Rusia pun bungkam saat ditanya mengenai rencana uji coba rudal nuklir, yang oleh mereka diklasifikasikan sebagai informasi militer rahasia.
Biasanya, Moskow baru akan mengeluarkan pernyataan setelah peluncuran dilakukan.
Konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun ini terus menunjukkan eskalasi.
Di tengah mandeknya upaya diplomatik, Ukraina menghadapi tekanan besar di garis depan, terutama di kawasan timur negara itu.
Serangan Drone Terbesar Sejak 2022
Di saat ketegangan diplomatik memuncak, Rusia melancarkan serangan drone paling masif terhadap Ukraina sejak awal invasi skala penuh dua tahun lalu.
Serangan udara itu terjadi pada Minggu malam, usai kegagalan dialog langsung pertama antara delegasi Rusia dan Ukraina di Istanbul.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebelumnya mengusulkan pertemuan langsung dengan Presiden Vladimir Putin di Turki.
Namun, usulan itu ditolak. Sebaliknya, Rusia hanya menawarkan pembicaraan non-presidensial sebagai alternatif. Kedua pihak gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata 30 hari yang diajukan Ukraina dan negara-negara Barat.
“Kami sepakat untuk menukar masing-masing 1.000 tawanan perang, tapi belum ada terobosan soal gencatan senjata,” ungkap ketua delegasi Ukraina.
Sementara itu, Kepala Intelijen Ukraina Kyrylo Budanov menyatakan dalam siaran televisi nasional bahwa “pertukaran tawanan mungkin bisa terjadi paling cepat minggu depan.”
Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga angkat bicara, menyatakan akan menghubungi Putin lewat telepon pada hari Senin, dan selanjutnya berbicara dengan Zelensky serta para pemimpin NATO untuk membahas penghentian perang.
Militer Ukraina melaporkan bahwa Rusia menembakkan total 273 drone, terdiri dari drone bersenjata dan umpan elektronik.
Dari jumlah tersebut, 88 berhasil dihancurkan, sementara 128 lainnya hilang dan diduga mengalami gangguan sinyal.
“Ini adalah serangan drone terbesar yang kami catat sejak invasi dimulai,” ujar Yuriy Ihnat, Kepala Komunikasi Angkatan Udara Ukraina kepada Associated Press.
Serangan tersebut menghantam wilayah Kyiv, Dnipropetrovsk, dan Donetsk.
Gubernur Kyiv, Mykola Kalashnyk, melaporkan bahwa “seorang wanita berusia 28 tahun tewas, sementara tiga lainnya, termasuk anak kecil berusia 4 tahun, mengalami luka-luka.”
Dari pihak Rusia, Kementerian Pertahanan menyatakan telah menembak jatuh tujuh drone Ukraina pada Sabtu malam, dan 18 lainnya pada Minggu pagi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]