WahanaNews.co | Pekerja perempuan Afghanistan, terutama mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan, guru, dan para pembela hak perempuan, mendesak masyarakat internasional agar melanjutkan bantuan keuangan bagi Afghanistan, Selasa (28/9/2021).
Mereka mengatakan, penghentian bantuan kepada Afghanistan telah berdampak tidak proporsional terhadap perempuan.
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
Aqela Noori, seorang guru, mengatakan pada konferensi pers di Kabul bahwa 120.000 pendidik perempuan dan hampir 14.000 petugas kesehatan perempuan belum mendapatkan pembayaran gaji selama dua sampai tiga bulan terakhir.
“Kami menyerukan kepada masyarakat internasional, Bank Dunia dan badan-badan kemanusiaan internasional untuk tidak menghentikan bantuan kemanusiaan mereka kepada Afghanistan,” katanya.
“Jangan tinggalkan Afghanistan sendirian di masa sulit ini,” tambahnya.
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
Sejak Taliban menyerbu Kabul pada 15 Agustus dan menguasai negara itu, dunia terus memperhatikan apakah Taliban akan memberlakukan kembali aturan keras yang mereka jalankan seperti pada akhir tahun 1990-an.
Menurut laporan Bank Dunia, bantuan asing menyumbang hampir 75% dari pengeluaran publik Afghanistan, sebelum Taliban mengambil alih negara itu bulan lalu.
Namun dana bantuan asing itu kini telah dibekukan, dan krisis ekonomi pun membayangi negara tersebut.
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional menghentikan pembayaran kepada pemerintah Afghanistan, sementara AS membekukan miliaran dolar aset yang disimpan di rekening Amerika oleh Bank Sentral Afghanistan.
Perempuan yang bekerja di daerah pedesaan sangat terpengaruh dengan terjadinya penunggakan gaji mereka selama beberapa bulan terakhir. Noori, mendesak agar pembayaran gaji mereka diprioritaskan.
Selain itu, gaji untuk pria dan wanita di seluruh lembaga negara tidak dibayar oleh pemerintah sebelumnya di bawah Presiden Ashraf Ghani, beberapa bulan sebelum pengambilalihan Taliban.
Bank Dunia mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Selasa, bahwa mereka sangat prihatin tentang gangguan pada layanan kesehatan kritis dan mengatakan pihaknya memantau dan menilai situasi dengan cermat.
“Kami terus mengamati dan setelah situasi menjadi lebih jelas, kami akan dapat menilai langkah selanjutnya,” katanya.
Noori mengatakan, tidak dibayarnya pekerja kesehatan perempuan telah merusak pemberian layanan, terutama di daerah pedesaan. Hal ini berdampak pada tingkat kematian ibu dan bayi yang lebih tinggi.
Menurut Noori, gaji sebanyak 8.400 orang dari total 14.000 petugas kesehatan telah dibayarkan langsung oleh Bank Dunia di masa lalu, tetapi alokasi itu berhenti dua bulan lalu.
Yalda Hamishi, seorang dokter kandungan, mengatakan penghentian dana telah menyebabkan "bencana" di daerah pedesaan dan sebagian besar dokter wanita berhenti bekerja karena mereka belum menerima gaji.
Sementara itu, para guru berbicara langsung kepada pimpinan baru Taliban. Mereka meminta pekerjaan alternatif bagi sekitar 16.000 guru perempuan yang dilarang mengajar di sekolah menengah oleh Taliban, sampai keputusan baru tentang status mereka ditetapkan. Sebagian besar dari mereka merupakan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga.
Mereka mendesak Taliban untuk memastikan lingkungan yang aman bagi anak laki-laki dan perempuan untuk bersekolah dan membuka kembali sekolah untuk anak perempuan sesegera mungkin. Sekolah putri dari kelas 7-12 hingga kini masih ditutup. [dhn]