WahanaNews.co | Rusia mengancam NATO akan terjadinya "Perang Dunia 3". Ini dikatakan Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev.
Hal itu terkait wilayah Ukraina yang dianeksasi Kremlin sejak 2014, Krimea. Setiap "pelanggaran" yang dilakukan aliansi itu di semenanjung Krimea akan dianggap sebagai deklarasi Perang Dunia 3.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
"Bagi kami, Krimea adalah bagian dari Rusia. Dan itu berarti selamanya. Setiap upaya untuk melanggar batas Krimea adalah deklarasi perang terhadap negara kami," tegas Medvedev Senin, dikutip Reuters Selasa (28/6/2022) melansir situs berita Argumenty Fakty.
"Dan jika ini dilakukan oleh negara anggota NATO, ini berarti konflik dengan seluruh aliansi Atlantik Utara; Perang Dunia Ketiga. Sebuah bencana total," tambahnya.
Di kesempatan yang sama Medvedev juga mengancam Swedia dan Finlandia yang selangkah lagi hendak bergabung NATO. Rusia, kata dia, akan memperkuat perbatasannya dan akan "siap untuk langkah-langkah pembalasan".
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
"Ini dapat mencakup prospek memasang rudal hipersonik Iskander di ambang pintu mereka," tulis media itu lagi mengutip Medvedev.
Sementara itu, di hari yang sama, NATO sendiri berencana untuk menyiagakan hingga 300 ribu pasukannya di tengah ketegangan dengan Rusia karena Ukraina.
Ini diutarakan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg saat konferensi pers di tengah KTT aliansi.
Dalam sebuah pernyataan pers semalam, mengatakan bahwa langkah itu merupakan perombakan terbesar dalam pertahanan kolektif Perang Dingin. Ia juga mengatakan serangan Rusia ke Ukraina merupakan ancaman langsung bagi aliansi itu.
"KTT NATO kami di Madrid minggu ini akan transformatif dengan banyak keputusan penting, termasuk tentang Konsep Strategis baru untuk realitas keamanan baru," katanya.
"Kami akan mengubah Pasukan Respons NATO dan meningkatkan jumlah pasukan kesiapan tinggi kami menjadi lebih dari 300.000," tambahnya.
Angka ini sendiri merupakan peningkatan yang cukup besar hingga hampir 650%. Sebelumnya, pasukan siaga NATO hanya berjumlah 40 ribu personil.
"Pasukan ini akan berlatih bersama dengan pasukan pertahanan dalam negeri, dan mereka akan terbiasa dengan fasilitas medan lokal ... sehingga mereka dapat merespons dengan lancar dan cepat terhadap keadaan darurat apa pun."
Sebelumnya, negara-negara Baltik anggota aliansi NATO seperti Lithuania, Estonia, dan Latvia merasa bahwa Rusia bisa saja menyerang mereka.
Khusus Lithuania, negara itu sedang bersitegang terkait pelarangan perlintasan kereta Rusia yang ingin melaju ke wilayah enklave milik Moskow di Laut Baltik, Kaliningrad.
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri meluncurkan serangan ke Ukraina 24 Februari lalu. Serangan ini diluncurkan saat Kyiv sedang berusaha untuk bergabung dalam aliansi militer pimpinan Amerika Serikat (AS) itu.
Sementara itu, Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO berencana menyiagakan hingga 300 ribu pasukannya.
Dalam sebuah pernyataan pers, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa langkah itu merupakan perombakan terbesar dalam pertahanan kolektif Perang Dingin.
Ia juga mengatakan serangan Rusia ke Ukraina merupakan ancaman langsung bagi aliansi itu.
"KTT NATO kami di Madrid minggu ini akan transformatif dengan banyak keputusan penting, termasuk tentang Konsep Strategis baru untuk realitas keamanan baru," kata Stoltenberg pada sesi konferensi pers terkait KTT NATO yang akan diadakan pada Selasa mendatang di Madrid.
"Kami akan mengubah Pasukan Respons NATO dan meningkatkan jumlah pasukan kesiapan tinggi kami menjadi lebih dari 300.000," tambahnya seperti dikutip CNBC International, Senin, (27/6/2022).
Angka ini sendiri merupakan peningkatan yang cukup besar hingga hampir 650%. Sebelumnya, pasukan siaga NATO hanya berjumlah 40 ribu personil.
"Pasukan ini akan berlatih bersama dengan pasukan pertahanan dalam negeri, dan mereka akan terbiasa dengan fasilitas medan lokal ... sehingga mereka dapat merespons dengan lancar dan cepat terhadap keadaan darurat apa pun."
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri meluncurkan serangan ke Ukraina 24 Februari lalu. Serangan ini diluncurkan saat Kyiv sedang berusaha untuk bergabung dalam aliansi militer pimpinan Amerika Serikat (AS) itu.
Sementara itu, melihat serangan ini, Negara-negara Baltik anggota aliansi itu seperti Lithuania, Estonia, dan Latvia merasa bahwa Rusia bisa saja menyerang mereka. Khusus Lithuania, negara itu sedang bersitegang terkait pelarangan perlintasan kereta Rusia yang ingin melaju ke wilayah enklave milik Moskow di Laut Baltik, Kaliningrad.
Tak hanya negara Baltik itu, ancaman serangan Rusia ini juga disuarakan oleh dua negara kandidat anggota NATO, Finlandia dan Swedia. Menurut dua negara Skandinavia itu, serangan Moskow ke Ukraina bisa menjadi ancaman bahwa suatu saat Negeri Beruang Putih bisa melakukan serangan militer ke wilayah mereka. [qnt]