WahanaNews.co | Pemerintah Inggris membeli 4,25 juta pil obat Covid-19 demi meredam lonjakan kasus infeksi corona yang meningkat kembali di tengah kemunculan varian Omicron.
Pemerintah Inggris mengumumkan bahwa mereka sudah menandatangani kesepakatan untuk membeli 4,25 juta obat antiviral ritonavir dari Pfizer dan molnupiravir produksi Merck/MSD.
Baca Juga:
Pertama di Asia, China Perbolehkan Penggunaan Obat Khusus Lawan Covid-19 Omicron
Jika regulator Inggris menyetujui, obat-obat itu akan tersedia bagi masyarakat di awal tahun 2022. Menurut pemerintah, obat itu akan diberikan bagi warga yang memiliki risiko tinggi, seperti pengidap kanker.
Molnupiravir masih dalam proses uji coba nasional yang dilakukan Universitas Oxford. Warga bisa berpartisipasi dalam penelitian itu jika memiliki gejala virus. Nantinya, obat ini akan dijual dengan nama Lagevrio.
Sementara itu, pil Pfizer belum disetujui di negara manapun. Obat pil ini akan dijual dengan nama Paxlovid.
Baca Juga:
Pemerintah Minta Molnupiravir Diproduksi di Indonesia
Pfizer menyatakan uji coba klinis menunjukkan pil itu 90 persen efektif mengurangi pasien rawat inap di rumah sakit dan risiko kematian.
Dengan catatan, pil itu diminum beberapa hari usai timbul gejala.
Inggris membeli pil ini ketika tengah mengalami lonjakan kasus Covid-19 usai Omicron menyerang negara itu.
Pada Selasa (21/12) lalu, kasus Covid-19 di Inggris bertambah 90.629. Sementara itu, angka kematian harian tercatat 154 kasus.
Inggris juga menjadi salah satu negara di Eropa yang memiliki total angka kematian tertinggi dengan laporkan 147.433 kasus.
Namun, lonjakan kasus Covid di Inggris tak membuat Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menerapkan pembatasan selama Natal.
Pemerintah justru mengurangi durasi karantina, yang berlaku mulai hari ini, Rabu (22/12). Mulanya, karantina di negara itu berlangsung selama 10 hari, tapi kini hanya menjadi 7 hari atau satu pekan.
Lembaga Nasional Kesehatan Inggris menyatakan aturan itu hanya berlaku bagi orang yang sudah dua kali menjalani tes Covid-19.
Langkah ini disebut berpotensi membuat masyarakat berkumpul bersama keluarga untuk merayakan Natal.
Pemimpin Inggris itu diharapkan mengambil langkah pencegahan virus setelah Natal. [rin]