WahanaNews.co, New York - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyalahkan kelompok militan Palestina Hamas atas kematian anak-anak di Jalur Gaza.
Koordinator Dewan Keamanan Nasional AS untuk Komunikasi Strategis, John Kirby, menyampaikan hal ini pada Selasa (7/11/2023).
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Kirby menyatakan bahwa Hamas menempatkan anak-anak dan keluarga mereka dalam bahaya dengan berbagai tindakan, termasuk tidak membiarkan mereka pergi, mendorong mereka untuk tinggal, menggunakan rumah mereka sebagai tempat berlindung, membangun terowongan di bawah rumah sakit, dan menjadikan anak-anak sebagai sandera.
Hal ini dilaporkan Anadolu, Rabu (8/11/2023).
"Melihat gambar-gambar anak-anak kecil yang dievakuasi dari puing-puing begitu menyayat hati, dan sayang sekali, banyak di antara mereka yang tidak selamat," ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada awak media.
Baca Juga:
Gagal Menyentuh Pemilih, Harris Kalah Telak Meski Kampanye Penuh Serangan ke Trump
"Kami menyadari bahwa sejumlah dari lebih dari 240 orang yang ditahan adalah anak-anak. Kami telah berupaya dengan tekun untuk membebaskan mereka, namun belum berhasil," tambahnya.
Ketika ditanya apakah AS memberlakukan batasan apapun terkait penggunaan senjata yang diberikan kepada Israel di Gaza, Kirby menjelaskan, "Kami memberikan bantuan keamanan kepada setiap negara asing, termasuk Israel, dengan harapan bahwa senjata-senjata tersebut akan digunakan sesuai dengan hukum konflik bersenjata."
"Dan hal ini tidak berbeda di sini untuk Israel dibandingkan dengan siapa pun yang lain. Kami akan terus mendorong mereka untuk lebih selektif, berhati-hati, dan waspada sebisa mungkin."
Israel melancarkan serangan udara dan darat di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, pada tanggal 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.400 orang di Israel.
Sedikitnya 10.328 warga Palestina, termasuk 4.237 anak-anak dan 2.719 perempuan, tewas dibantai Israel di Gaza.
Di Tepi Barat yang diduduki Israel, lebih dari 160 warga Palestina tewas dibunuh tentara Israel.
Sementara itu hampir 1.500 warga di Israel tewas, sebagian besar dari mereka dalam serangan Hamas pada 7 Oktober yang memicu pertempuran, dan 242 sandera dibawa dari Israel ke Gaza oleh kelompok militan.
Sebanyak 50.000 ibu hamil di Gaza tidak dapat mengakses perawatan kesehatan ibu hamil secara rutin, 180 ibu melahirkan setiap harinya, dan 5.500 bayi telah lahir sejak serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel.
Dr. Natalia Kanem, direktur badan kesehatan seksual dan reproduksi Perserikatan Bangsa-Bangsa, memaparkan angka-angka tersebut pada konferensi pers Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Selasa, di mana dia menyampaikan seruan dan permintaan mendesak untuk pasokan bahan bakar untuk rumah sakit dan kamar bayi, air bersih dan makanan untuk ibu hamil dan menyusui.
Kanem mengatakan PBB tidak memiliki data mengenai jumlah ibu baru atau jumlah bayi yang meninggal sejak perang dimulai.
Namun, tambahnya, beberapa bayi baru lahir yang membutuhkan inkubator dan oksigen – yang membutuhkan bahan bakar untuk menyediakan listrik – telah meninggal.
Meskipun dua truk berisi perlengkapan kesehatan dan obat-obatan telah tiba di Gaza, "Itu hanya sebagian kecil dari kebutuhan," kata Kanem, direktur eksekutif Dana Penduduk PBB.
"Ibu hamil membutuhkan dua kali lipat jumlah cairan dibanding perempuan yang tidak hamil. Sedangkan ibu menyusui butuh makan hingga tiga kali lipat," tambahnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]