WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengambil langkah hukum yang jarang terjadi di kalangan kepala negara: menggugat seorang influencer Amerika Serikat di pengadilan.
Langkah ini menyita perhatian publik internasional, karena Macron menuduh Candace Owens telah menyebarkan fitnah keji tentang istrinya, Brigitte Macron.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Sambut Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Bahas Kerja Sama Strategis
Dalam dokumen gugatan yang diajukan ke Pengadilan Delaware, Amerika Serikat, Macron menyatakan Owens menjalankan "kampanye penghinaan global" yang sarat kebohongan.
Tuduhan tersebut berkaitan dengan pernyataan Owens dalam siaran podcast miliknya, yang menuding Brigitte, istri Macron, sebenarnya terlahir sebagai laki-laki dengan nama Jean-Michel Trogneux.
Macron membantah keras tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa Jean-Michel Trogneux adalah nama kakak laki-laki dari Brigitte.
Baca Juga:
Macron soal Ditoyor Istri: Hanya Bercanda
Ia menyebut pernyataan Owens tidak hanya palsu, tapi juga telah mengganggu ketenangan hidup keluarganya.
"Setiap kali keluarga Macron meninggalkan rumah mereka, mereka melakukannya dengan mengetahui bahwa banyak orang telah mendengar, dan banyak yang mempercayai, kebohongan keji ini," demikian bunyi salah satu kutipan dalam gugatan Macron yang dikutip dari Reuters, Selasa (23/7).
Macron menambahkan bahwa tindakan Owens adalah bentuk "perundungan tanpa henti" yang tidak manusiawi dan sangat tidak adil.
Dalam gugatannya yang terdiri dari 22 poin tuntutan, Macron menuntut ganti rugi baik secara kompensasi maupun hukuman, meski jumlahnya tidak disebutkan secara spesifik.
Kantor Kepresidenan Prancis belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai kasus ini. Di sisi lain, Owens juga belum merespons permintaan komentar yang diajukan melalui surat elektronik.
Kasus ini menjadi salah satu contoh langka di mana seorang kepala negara menggugat atas dasar pencemaran nama baik secara pribadi. Meski demikian, bukan berarti tanpa preseden.
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelumnya pernah mengajukan sejumlah gugatan pencemaran nama baik, termasuk terhadap penerbit The Wall Street Journal pada minggu lalu.
Di Amerika Serikat, untuk memenangkan gugatan pencemaran nama baik, tokoh publik seperti Macron harus membuktikan adanya 'actual malice' atau niat jahat dari pihak tergugat.
Artinya, penggugat perlu menunjukkan bahwa si tergugat mengetahui bahwa informasi yang mereka sebarkan adalah salah, atau setidaknya mengabaikan kebenarannya secara sembrono.
Langkah Macron ini menunjukkan kekesalannya yang mendalam terhadap tuduhan yang dianggap menyentuh ranah pribadi, serta menjadi sinyal keras terhadap para penyebar disinformasi yang menggunakan pengaruh digital demi sensasi dan popularitas.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]