WahanaNews.co | Harga minyak mentah terkapar pada Kamis pagi (10/11/2022) di tengah kekhawatiran pasar atas jatuhnya permintaan dari China menyusul kebijakan baru pembatasan Covid-19. China merupakan negara konsumen minyak terbesar.
Data perdagangan hingga pukul 09:23 WIB menunjukkan minyak Brent di Intercontinental Exchange (ICE) untuk kontrak Januari 2023 terkoreksi 0,19% di USD92,47 per barel.
Baca Juga:
Harga Minyak Dunia di Tengah Sengitnya Perang Israel-Hamas
Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari merosot 0,25% sebesar USD84,79 per barel.
Dalam perhitungan mingguan, harga Brent telah jatuh lebih dari 6% sejauh ini, sedangkan WTI sudah ambles lebih dari 7%.
China kembali melaporkan kasus baru Covid-19. Kota Guangzhou sebagai pusat manufaktur berpenduduk 19 juta orang baru-baru ini melaporkan lebih dari 2.000 kasus baru per Rabu (9/11/2022) yang merupakan level terburuk di kota itu sejauh ini.
Baca Juga:
Goldman Sachs Prediksi Minyak Melonjak ke US$105 per Barel Tahun 2023
Jutaan penduduk diperintahkan untuk melakukan tes Covid-19 pada hari itu, sementara pemerintahan setempat telah memberlakukan lockdown untuk sebuah distrik di wilayah tersebut menyusul lonjakan kasus lokal yang mencapai level tertingginya sejak 30 April.
Kebijakan pembatasan di China kembali memperkuat kekhawatiran pasar atas potensi permintaan yang lemah.
Ketika mobilitas penduduk dibatasi, maka pemakaian bahan bakar akan berkurang. Di tengah ancaman permintaan, Amerika Serikat melaporkan adanya peningkatan stok pada pekan lalu sebesar 3,9 juta barel.
Sejumlah analis memandang akan ada hambatan bagi kenaikan harga minyak di masa depan.
"Sayangnya untuk kenaikan harga minyak itu hanya puncak gunung es, karena serangkaian berita utama ekonomi menempatkan China dalam sorotan, yang membuat pasar masih bearish (bearish)," kata Analis SPI Asset Management, Stephen Innes, dilansir Reuters, Kamis (10/11).
Analis yang berbeda justru menilai persediaan minyak global akan kembali ketat menyusul pemberlakuan embargo dari Uni Eropa terhadap produk Rusia yang akan mulai berlaku pada 5 Desember mendatang.
"Brent berpotensi akan berada di rata-rata USD95 per barel pada kuartal keempat," kata Analis Commonwealth Bank, Vivek Dhar. [Tio]