WahanaNews.co, Jakarta - Agresi Israel di Jalur Gaza, Palestina, telah berlangsung selama sebulan lebih sejak dilancarkan pada 7 Oktober lalu.
Lebih dari 11.200 orang tewas, dengan mayoritas anak-anak dan perempuan.
Baca Juga:
Kerap Diserang Israel, PBB Sebut Argentina Jadi Negara Pertama Tarik Pasukan dari UNIFIL
Banyaknya korban jiwa yang berjatuhan tidak lain lantaran Israel secara keji melakukan serangan tanpa pandang bulu.
Tak hanya kelompok bersenjata yang diklaim sebagai target utama Tel Aviv, warga sipil juga menjadi target gempuran Negeri Zionis.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCR) dalam rilisnya pada 10 Oktober lalu menyatakan "ada bukti yang jelas bahwa kejahatan perang kemungkinan telah dilakukan" oleh Israel maupun Hamas sejak konflik pecah awal bulan lalu.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Komisi Penyelidikan Internasional Independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun menyatakan semua pihak yang melanggar hukum internasional wajib bertanggung jawab atas kejahatan mereka.
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) juga menyebut perintah militer Israel meminta warga segera meninggalkan rumah di saat Tel Aviv juga memblokade total makanan, air, listrik, hingga bahan bakar sangat "tidak sesuai dengan hukum humaniter internasional."
ICRC dalam rilisnya 13 Oktober lalu pun menyatakan bahwa jika ingin mengevakuasi penduduk, "semua tindakan yang memungkinkan" harus diambil untuk memastikan warga sipil memiliki akses terhadap kebutuhan dasar dan tidak terpisah dari anggota keluarganya.
Sementara itu, Amnesty International mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendokumentasikan serangan-serangan Israel yang melanggar hukum humaniter internasional terhadap warga Gaza.
Serangan itu antara lain penembakan roket tanpa pandang bulu, mengirim militer untuk membunuh dan menyandera penduduk, memblokade kebutuhan dasar warga sipil, memerintahkan evakuasi yang mirip pemindahan paksa, serta tidak memberikan peringatan dini mengenai serangan.
Organisasi itu lantas menyimpulkan bahwa "kejahatan perang" telah berlangsung di Gaza dan harus segera diselidiki.
Human Rights Watch turut menyebut bahwa pihaknya dan organisasi HAM lain telah menemukan bahwa "pemerintah Israel melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa apartheid dan penganiayaan terhadap jutaan warga Palestina."
"Penindasan sistematis terhadap penduduk Gaza merupakan bagian dari kejahatan yang sedang berlangsung," tulis Human Rights Watch dalam pernyataan pada 27 Oktober lalu.
Organisasi HAM itu juga mengatakan ada laporan bahwa Israel menggunakan fosfor putih dalam serangan di Gaza. Penggunaan senjata ini berbahaya karena bisa mengakibatkan cedera serius bagi warga sipil dan efek jangka panjang yang buruk.
Human Rights Watch pun mendesak jaksa penuntut umum, yang sedang menyelidiki kemungkinan kejahatan di Palestina sejak 2021, untuk akuntabel agar semua pihak yang bertanggung jawab bisa segera diadili.
Berikut tiga hukum internasional dari sejumlah aturan yang dilanggar Israel karena membantai sipil, menghantam rumah sakit dan tempat-tempat ibadah di Gaza.
1. Hukum Humaniter Internasional
Hukum Humaniter Internasional (HHI) atau hukum perang terdiri dari empat Konvensi Jenewa 1949, dua Protokol Tambahan 1977, Konvensi Den Haag 1899 dan 1907, serta konvensi senjata tertentu.
Instrumen-instrumen ini pada dasarnya bertujuan menyelamatkan warga sipil dan pihak lain yang tidak lagi terlibat perang dengan memberikan pembatasan dan larangan terhadap pelaksanaan peperangan.
Empat Konvensi Jenewa sendiri menetapkan bahwa warga sipil, korban luka, dan tahanan harus diperlakukan secara manusiawi di masa perang.
Konvensi Jenewa melarang pembunuhan, penyiksaan, penyanderaan, dan perlakuan yang mempermalukan dan merendahkan martabat, serta mengharuskan para pejuang merawat pihak lain yang sakit dan terluka.
Konvensi-konvensi ini pada mulanya membahas tentang perilaku para kombatan. Namun, konvensi diperbarui untuk mengatur perlakuan terhadap warga sipil di zona perang.
Dalam aturan ini, kematian warga sipil belum tentu merupakan kejahatan perang, namun warga sipil tidak boleh dijadikan sasaran dengan sengaja atau tanpa pandang bulu. Operasi militer juga wajib dilakukan secara proporsional.
Para pelanggar HHI sendiri bisa dikenakan sanksi mulai dari kompensasi, sanksi militer, hingga sanksi non-militer seperti embargo ekonomi.
2. Statuta Roma
Statuta Roma adalah aturan yang mengatur perang lainnya, yang menjadi cikal bakal kelahiran Pengadilan Kriminal Internasional untuk mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.
Dalam Statuta Roma, ada yang disebut sebagai kejahatan perang. Kejahatan perang mencakup serangan yang disengaja yang menargetkan warga sipil, pemukiman sipil dan pekerja kemanusiaan; kemudian serangan yang menghancurkan properti yang tidak perlu secara militer; serta kekerasan seksual dan deportasi ilegal.
3. Konvensi PBB tentang Senjata Konvensional Tertentu 1980
Protokol III Konvensi 1980 tentang Senjata Konvensional merupakan aturan yang melarang penggunaan senjata tertentu seperti amunisi kimia atau biologi.
Konvensi ini pada umumnya mengatur pembatasan hak setiap pihak yang berkonflik untuk memilih cara dan sarana berperang.
Konvensi ini melarang penggunaan senjata, proyektil, dan material yang bisa menyebabkan luka berlebihan dan penderitaan yang tidak perlu.
Fosfor putih merupakan salah satu senjata yang dilarang digunakan dalam konvensi ini. Menurut temuan Human Rights Watch, Israel menggunakan fosfor putih di Gaza.
Kendati begitu, fosfor putih tidak dilarang di bawah hukum internasional. Zat kimia ini tidak digolongkan sebagai senjata kimia di bawah Konvensi Senjata Kimia 1993.
[Redaktur: Sandy]