WahanaNews.co | Lagi-lagi polisi moral Iran jadi perdebatan usai Kejaksaan Agung mengklaim telah membubarkan badan yang memicu demo besar-besaran selama dua bulan terakhir itu.
Polisi moral menjadi target amarah pedemo setelah badan itu menahan Mahsa Amini yang dianggap berpakaian tak sesuai aturan pada September lalu. Beberapa hari kemudian, perempuan itu meninggal di tahanan.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
Kematian Amini pun langsung memicu protes yang kian meluas di Iran sampai hari ini. Mereka menuntut keadilan, transparansi, dan menyuarakan isu-isu kebebasan terutama bagi kaum perempuan.
Polisi moralitas adalah komponen dari Pasukan Penegakan Hukum Iran (LEF) yang menegakkan aturan soal ketidaksopanan dan kejahatan sosial. Mereka memiliki akses ke kekuasaan, senjata, dan pusat penahanan.
Tugas mereka untuk memastikan bahwa aturan dipatuhi. Polisi moral ini juga memiliki kendali atas "pusat pendidikan ulang" yang baru-baru ini diperkenalkan.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Pusat pendidikan itu bertindak seperti fasilitas penahanan. Warga bisa saja ditahan karena gagal mematuhi aturan soal kesopanan.
Di dalam fasilitas penahanan, para tahanan diberikan kelas tentang Islam dan pentingnya jilbab. Pihak berwenang kemudian akan memaksa mereka menandatangani janji untuk mematuhi peraturan pakaian sebelum bebas.
Direktur eksekutif Pusat Hak Asasi Manusia di Iran, Hadi Ghaemi, mengatakan pusat pendidikan ulang itu didirikan pada 2019. Namun, pendirian ini dianggap tak punya dasar hukum apa pun.