WahanaNews.co | Pengadilan Tokyo pada Rabu (01/12) memutuskan bahwa larangan pernikahan sesama jenis adalah sesuatu yang sah dan konstitusional.
Juga menegaskan tidak adanya sistem hukum bagi pasangan sesama jenis untuk membentuk keluarga adalah hal yang melanggar hak asasi manusia.
Baca Juga:
Fajar/Rian Juara Kumamoto Masters 2024
Banyak juru kampanye LGBTQ memuji keputusan yang agak kontradiktif itu sebagai tonggak baru untuk hak sesama jenis di negara konservatif itu.
Komunitas LGBTQ di Jepang telah berupaya memperkuat kesetaraan pernikahan di negara tersebut melalui putusan pengadilan.
Pada tahun 2021, Pengadilan Sapporo untuk pertama kalinya menganggap pelarangan pernikahan sesama jenis adalah hal yang tidak konstitusional. Namun, putusan itu dibatalkan ketika Pengadilan Osaka memutuskan pada tahun 2022 bahwa larangan pernikahan sesama jenis itu sah.
Baca Juga:
Takumi Minamino Senang Namanya Sejajar dengan Legenda Jepang Shunsuke Nakamura
Jepang adalah satu-satunya anggota G7, sebuah negara industri maju yang mempertahankan larangan pernikahan sesama jenis.
Apa isi putusan pengadilan Tokyo?
Putusan Pengadilan Distrik Tokyo yang sangat ditunggu-tunggu melihat kurangnya undang-undang yang melindungi hak pasangan sesama jenis untuk membentuk keluarga, sebagai pelanggaran konstitusional.
Pengadilan juga menolak tuntutan penggugat masing-masing sebesar 1 juta yen (sekitar Rp113 juta). Namun, sebagian besar komunitas LGBTQ merayakan keputusan tersebut sebagai kemenangan parsial.
"Saya senang keputusan itu mengakui kami memiliki hak untuk menjadi keluarga," kata salah satu penggugat, Chizuka Oe, dalam konferensi pers. Dia mengatakan pasangannya yang sudah bersamanya lebih dari 20 tahun "adalah keluarga saya yang tak ternilai, tidak peduli apa kata orang," seraya menekankan bahwa "ini baru permulaan."
Seperti apa hak LGBTQ di Jepang?
Seperti beberapa negara di Asia, budaya konservatif Jepang kurang ramah terhadap LGBTQ.
Baru bulan ini, Tokyo mulai mengeluarkan sertifikat untuk mengakui pasangan sesama jenis. Sertifikat tersebut memungkinkan mereka untuk mengajukan perumahan umum dan menjadi penerima manfaat dalam asuransi mobil dan jiwa.
Lebih dari 200 kota kecil di seluruh negeri telah menerapkan langkah serupa sejak 2015.
Meskipun mereka dapat membantu pasangan sesama jenis, tindakan tersebut tidak sama dengan hak yang disahkan oleh pernikahan. [rna]