WAHANANEWS.CO, Jakarta - Populasi China kembali mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan laporan Biro Statistik Nasional Beijing, jumlah penduduk negara itu berkurang hingga dua juta jiwa.
Penurunan ini terjadi karena angka kelahiran yang tidak mampu mengimbangi angka kematian. Fenomena ini menjadi tren setelah lebih dari enam dekade China mengalami pertumbuhan populasi yang pesat.
Baca Juga:
AI China yang Guncang Dominasi ChatGPT dan Nvidia, Apa Itu DeepSeek?
Pada tahun 2023, jumlah penduduk China juga menyusut hingga 2,8 juta jiwa. Penurunan serupa telah terjadi di tahun sebelumnya, meski skalanya lebih kecil, sekitar 850 ribu jiwa.
"Populasi China tercatat mencapai 1,408 miliar pada akhir tahun 2024, turun dari 1,410 miliar pada tahun 2023," demikian laporan resmi yang dikutip AFP.
Darren Tay, Kepala Risiko Negara Asia di BMI, memperingatkan bahwa tren ini berpotensi mengancam tenaga kerja China dan memperlambat pertumbuhan ekonomi selama satu dekade ke depan.
Baca Juga:
Nvidia Tersungkur! DeepSeek Guncang Pasar, Saham Teknologi Terjun Bebas
Laporan dari Economic Intelligence Unit (EIU) memperkirakan bahwa populasi China akan terus menyusut hingga mencapai 1,317 miliar pada tahun 2050.
Bahkan, pada tahun 2100, jumlah penduduk diprediksi merosot drastis menjadi 732 juta jiwa.
Tay menjelaskan bahwa meningkatnya biaya hidup dan pengasuhan anak menjadi alasan utama banyak keluarga di China enggan memiliki keturunan.
Ia menambahkan, negara-negara maju cenderung menghadapi kenaikan biaya pengasuhan anak yang tinggi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan investasi dalam pendidikan dan keterampilan bagi generasi mendatang.
Selain menghadapi penurunan populasi yang tajam, China juga dibayangi risiko beban fiskal yang meningkat akibat jumlah penduduk lanjut usia yang terus bertambah. Insentif bagi para pensiunan menjadi tantangan besar bagi pemerintah.
"Laporan kami menunjukkan bahwa jika usia pensiun dinaikkan menjadi 65 tahun pada 2035, defisit anggaran pensiun dapat berkurang sebesar 20%, sementara penerimaan pensiun bersih meningkat hingga 30%.
Hal ini akan mengurangi beban fiskal bagi pemerintah dan rumah tangga," demikian pernyataan EIU.
Tingkat kesuburan di China pun menurun lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di kawasan, seperti Korea Selatan dan Jepang.
"Tren ini menjadi tantangan besar bagi masa depan demografi dan ekonomi China," ujar ekonom senior EIU, Tianchen Xu.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]