Sementara itu, para ahli mengatakan mengimpor lebih banyak batu bara untuk menutupi kekurangan domestik bukanlah pilihan saat ini.
Dr. Aurodeep Nandi, Ekonom India dan Wakil Presiden di Nomura mengatakan, "Kita telah melihat kekurangan di masa lalu, tetapi apa yang belum pernah terjadi sebelumnya saat ini adalah batu bara sangat mahal saat ini".
Baca Juga:
Dirut PLN Kunjungi PLTU Paiton, Pastikan Pasokan Listrik Aman Jelang Idul Fitri
"Kalau saya (sebagai perusahaan) mengimpor batu bara mahal, saya akan menaikkan harga saya, kan? Bisnis pada akhirnya akan membebankan biaya ini kepada konsumen, sehingga ada dampak inflasi - baik langsung maupun tidak langsung yang berpotensi dari ini," tambahnya.
Jika krisis terus berlanjut, lonjakan biaya listrik akan dirasakan oleh konsumen. Inflasi ritel sudah tinggi karena segala sesuatu mulai dari minyak hingga makanan menjadi lebih mahal.
Vivek Jain, Direktur di India Ratings Research menggambarkan situasi genting terjadi saat ini. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi India telah tertinggal karena negara tersebut berusaha mengurangi ketergantungannya pada batu bara untuk memenuhi target iklim.
Baca Juga:
Di Jakarta, PLN Olah 3,3 Ton FABA dari PLTU Lontar Menjadi Bahan Konstruksi Gardu Distribusi
Menteri Tenaga Listrik India, yakni RK Singh, dalam sebuah wawancara dengan surat kabar The Indian Express, mengatakan situasinya "datang dan pergi" dan bahwa negara itu harus bersiap untuk lima hingga enam bulan ke depan.
Jika ini terus berlanjut, ekonomi terbesar ketiga di Asia akan berjuang untuk kembali ke jalurnya, kata Zohra Chatterji, mantan Kepala Coal India Limited - sebuah perusahaan milik India yang bertanggung jawab atas 80 persen pasokan batu bara negara itu.
"Listrik menggerakkan segalanya, jadi seluruh sektor manufaktur - semen, baja, konstruksi - semuanya terkena dampak begitu ada kekurangan batu bara," kata pejabat senior pemerintah kepada BBC.