WahanaNews.co | Pemerintah Afrika Selatan berencana
mengerahkan 25.000 tentara saat kerusuhan dan penjarahan terus berlangsung dan
makin meluas.
Melansir
BBC, Kamis (15/7/2021), pengerahan tentara
tersebut akan menjadi pengerahan militer di negara tersebut sejak berakhirnya
apartheid.
Baca Juga:
Mendag Zulkifli Hasan Dorong Kelanjutan Pertemuan Komite Perdagangan Bersama
Dalam
kerusuhan dan penjarahan terburuk selama bebrrapa tahun terakhir tersebut, setidaknya 117
orang tewas dan lebih dari 2.000 orang ditangkap.
Ratusan
toko dan bisnis telah dijarah.
Pemerintah
mengatakan, kini mereka bertindak untuk mencegah krisi bahan makanan.
Baca Juga:
Afsel Laporkan Kematian Pertama Gegara Vaksin Johnson & Johnson
Untuk
mencegah properti mereka dari amukan massa, para warga mempersenjatai diri dan
membentuk kelompok pertahanan swadaya.
Pada
Rabu (14/7/2021) saja, tercatat ada lebih dari 200 insiden penjarahan dan
perusakan.
Jumlah
tentara yang dikerahkan akhirnya ditingkatkan dua kali lipat menjadi 5.000.
Kini,
Menteri Pertahanan Afrika Selatan, Nosiviwe Mapisa-Nqakula, telah mengajukan perizinan untuk
menerjunkan 25.000 personel tentara ke dua provinsi yang dilanda kerusuhan.
Dua
provinsi tersebut adalah Provinsi KwaZulu-Natal, di mana Durban berada, dan Provinsi
Gauteng, yang mencakup Johannesburg.
Pemerintah
juga ditekan untuk menempatkan lebih banyak personel keamanan di lapangan untuk
mengatasi kerusuhan.
Pasalnya,
banyak pusat perbelanjaan dan gudang telah dijarah atau dibakar di beberapa
kota, terutama di Durban.
Dulcy
Rakumakoe, yang menjalankan rantai pusat medis di provinsi Gauteng, mengatakan
kepada BBC bahwa diperlukan tindakan
lebih lanjut untuk meredakan kerusuhan dan penjarahan.
Kerusuhan
dan penjarahan di Afrika Selatan tersebut awalnya dipicu oleh pemenjaraan
mantan Presiden, Jacob Zuma.
Pekan
lalu, Zuma menyerahkan diri ke polisi untuk menjalani hukuman 15 bulan karena
diputus menghina pengadilan.
Pendukung
Zuma bereaksi keras terhadap pemenjaraannya.
Mereka
lantas memblokir jalanan utama dan menyerukan penutupan untuk menuntut
pembebasannya.
Protes
berubah menjadi kerusuhan dalam skala yang lebih besar dan luas yang belum
pernah terjadi di Afrika Selatan selama beberapa tahun terakhir.
Aksi
kerusuhan semakin luas dan tiba-tiba sejumlah bisnis di setiap sektor dijarah
serta dibakar di sejumlah kota provinsi KwaZulu-Natal.
Presiden
Cyril Ramaphosa memperingatkan bahwa beberapa bagian negara itu kemungkinan
akan segera kehabisan bahan-bahan pokok menyusul gangguan pada rantai pasokan
akibat kerusuhan.
Kerusuhan
dan penjarahan tersebut juga terjadi bertepatan dengan perekonomian Afrika
Selatan yang merosot yang menyebabkan meningkatnya angka pengangguran.
Seorang
warga Durban, Lauren Alexander, mengatakan situasi di kota itu seperti
"zona perang".
"Ini
menakutkan karena kami tidak benar-benar tahu apa yang terjadi
selanjutnya," kata pria berusia 26 tahun itu kepada BBC Radio 1 Newsbeat.
"Jalan
kami semua diblokir, banyak toko makanan kami tutup, membuat kami sangat takut
karena kami harus menjatah makanan kami sekarang," sambung Alexander. [dhn]