WahanaNews.co | Hasil panen yang buruk di Korea Utara (Korut) dapat meningkatkan risiko bahwa negara itu akan kembali menghadapi tragedi kelaparan. Tahun 1990-an silam, Korut mengalami kelaparan parah pada 1990-an yang menewaskan jutaan orang.
Pada Juni silam, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB memproyeksikan bahwa Korut akan kekurangan sekitar 860.000 ton makanan tahun ini atau jumlah yang dikonsumsi oleh 25 juta penduduk dalam waktu sekitar dua bulan. Dengan 40 persen dari populasi itu kekurangan gizi, menurut perkiraan Program Pangan Dunia, panen musim gugur harus berlangsung tanpa hambatan.
Baca Juga:
Pukulan Telak bagi Rezim Kim Jong Un: Diplomat Terpercaya Korut Membelot
Sayangnya, panen bisa dipastikan gagal. “Pertanian tidak baik tahun ini,” kata seorang petani kolektif dari provinsi timur laut negara itu, Hamgyong Utara, kepada kantor berita Korea Utara yang berbasis di Osaka, Asia Press, yang menghubungi sumber mereka atas permintaan Radio Free Asia, Minggu (7/11/2021).
“Hasil pertanian tahun ini lebih buruk daripada tahun lalu, sehingga para petani tidak akan dapat menerima jatah mereka yang layak,” kata petani itu melalui pesan teks yang dikirim melalui ponsel China yang diselundupkan secara ilegal melintasi perbatasan.
“Saya tidak tahu bagaimana dibandingkan tahun lalu, tapi saya kira karena mereka tidak punya pupuk. Anda tidak dapat benar-benar bertani tanpa pupuk,” seorang pengungsi yang diidentifikasi dengan nama samaran Han Young-sun.
Baca Juga:
Waspadai Pencurian Tinja, Pemimpin Korut Bawa Toilet Kemanapun Pergi
Minimnya pupuk impor merupakan akibat dari keputusan Pyongyang dan Beijing untuk menutup perbatasan mereka dan menghentikan semua perdagangan di awal pandemi virus Corona pada awal 2020. Langkah itu menghancurkan ekonomi Korut dan menyebabkan harga pangan meroket. Tanpa impor dari China, kesenjangan antara produksi pangan domestik dan permintaan tidak dapat ditutup.
Tetapi ketika pemerintah memperingatkan warganya untuk menghemat sebanyak yang mereka bisa, para pemimpin masih berjanji untuk memberi makan tentara sebanyak mungkin. “Mereka mengatakan bahwa jatah dari pertanian akan berkurang sekitar satu atau dua bulan karena beras yang disisihkan untuk militer adalah prioritas utama,” kata petani itu.
Biasanya, militer akan mendapatkan jatah 60 persen dari panen dan petani 40 persen. Tapi tahun ini, tentara akan mengambil apa pun yang dibutuhkan. Mengingat hasil panen yang rendah, para prajurit kemungkinan akan benar-benar memakan bagian petani. Memberi makan militer sangat penting untuk kelangsungan hidup rezim Kim Jong-un.