WahanaNews.co | Penurunan populasi atau depopulasi Jepang yang terjadi belakangan ini makin menampakkan akibatnya. Ratusan sekolah di pinggir pusat kota Jepang tutup lantaran tak ada lagi murid.
Penutupan sekolah dialami oleh sekolah Yumoto, yang berada di desa Ten Ei, bagian pegunungan Jepang sisi utara. Pada akhir bulan lalu, Eita Sato dan Aoi Hoshi menjalani upacara kelulusan tingkat SMP. Hanya merekalah peserta upacara tersebut. Sekolah berusia 76 tahun itu segera tutup secara permanen.
Baca Juga:
Rehabilitasi Puluhan Gedung Sekolah di DKI Tahun 2024 Terancam Tidak Selesai
"Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut, ”kata Eita, seperti dikutip Reuters.
Kondisi seperti ini dikhawatirkan oleh Masumi, ibu dari Eita. Masumi juga merupakan alumni dari SMP Yumoto.
Masumi berpandangan jika penutupan sekolah-sekolah di pedesaan terus berlanjut, maka orang-orang tidak akan pernah tinggal di desa tersebut karena tidak adanya fasilitas pendidikan.
"Saya khawatir orang tidak akan menganggap daerah ini sebagai tempat tinggal untuk memulai sebuah keluarga jika tidak ada sekolah menengah pertama,” kata Masumi.
Baca Juga:
Polres Nias Ringkus 5 Orang Komplotan Pembobol Sekolah, 3 di Antaranya Anak Bawah Umur
Daerah Terpencil Makin Tertinggal
Para ahli juga mengingatkan bahwa penutupan sekolah di pedesaan akan memperlebar kesenjangan nasional dan membuat daerah terpencil berada di bawah tekanan yang lebih besar.
"Penutupan sekolah berarti kotamadya pada akhirnya akan menjadi tidak berkelanjutan,” kata Touko Shirakawa, dosen sosiologi di Universitas Wanita Sagami.
Tren depopulasi atau menurunnya angka kelahiran di Jepang terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Penutupan sekolah di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima, menjadi pukulan telak.
Rendahnya fertilitas merupakan masalah regional Asia, faktor utamanya karena biaya membesarkan anak sangat tinggi. Paradigma ini juga dianut oleh negara tetangga Korea Selatan dan China. Hanya saja, situasi Jepang sangat kritis.
Ratusan Sekolah Tutup
Perdana Menteri Fumio Kishida memang pernah menjanjikan langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak, dan mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting. Namun, kontribusi ini sangat kecil dampaknya.
Angka kelahiran di Jepang anjlok hingga di bawah 800.000 pada tahun 2022. Inilah rekor terendah baru, menurut perkiraan pemerintah dan delapan tahun lebih awal dari yang prediksi.
Pemerintah merilis data bahwa sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Dalam rentang waktu 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah tutup permanen.
"Sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru dan lebih muda," demikian pernyataan Perdana Menteri Fumio. [idr]