WahanaNews.co | Arab Saudi dikabarkan berencana menghukum mati tiga warganya karena menolak penggusuran untuk pembangunan mega proyek NEOM atau yang dikenal The Line.
Menurut sejumlah Ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tiga warga tersebut yaitu Shadly Ahmad Mahmoud Abou Taqiqa al-Huwaiti, Ibrahim Salih Ahmad Abou Khalil al-Huwaiti, dan Atallah Moussa Mohammed al-Huwaiti.
Baca Juga:
Pangeran MbS Hubungi Presiden Iran Terkait Perang Antara Hamas dan Israel
Mereka adalah warga suku Howeitat yang tinggal di daerah proyek pembangunan Kota NEOM.
"Terlepas dari dakwaan terorisme, mereka dilaporkan ditangkap karena menolak penggusuran paksa atas nama proyek NEOM dan pembangunan kota linier sepanjang 170 km yang disebut The Line," kata Ahli PBB itu melalui pernyataan awal Mei lalu.
Seperti dilansir dari laman resmi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, pihak berwenang dilaporkan melakukan serangkaian tindakan untuk mengusir masyarakat suku Howeitat dari rumah dan tanah mereka di Al Khuraiba, Sharma, dan Gayal guna membangun proyek NEOM sejak Januari 2020.
Baca Juga:
Fakta-fakta The Mukaab, Proyek Arab Saudi yang Disebut Mirip Kakbah
Rumah masyarakat adat itu digusur dan dihancurkan tanpa kompensasi yang memadai. Padahal otoritas menjanjikan ganti rugi yang adil di awal proyek tersebut.
Masyarakat suku Howeitat pun protes karena penggusuran semena-mena ini. Salah satu warga bernama Abdul Rahim bin Ahmed Mahmoud Al Huwaiti dikabarkan tewas di rumahnya sendiri oleh anggota Pasukan Khusus Saudi usai menolak penggusuran.
Pihak berwenang Saudi kemudian menangkap tiga orang warga Howeitat. Mereka dituduh melakukan terorisme dan dijatuhi vonis mati pada 5 Agustus 2022. Hukuman itu pun diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi Pidana Khusus pada 23 Januari lalu.
Selain mereka, tiga warga suku Howeitat lainnya juga dijatuhi hukuman penjara usai menyerukan penentangan serupa. Mereka adalah Abdelnasser Ahmad Mahmoud Abou Taqiqa al-Huwaiti yang divonis 27 tahun penjara, Mahmoud Ahmad Mahmoud Abou Taqiqa al-Huwaiti dengan 35 tahun penjara, dan Abdullah Dakhilallah al-Huwaiti dengan hukuman hingga 50 tahun penjara.
Para ahli PBB mengatakan warga Howeiti ini juga diduga mengalami siksaan dan perlakuan buruk sebagai desakan agar mereka mengaku bersalah.
Para ahli pun mendesak otoritas Saudi untuk menyelidiki tuduhan penyiksaan dan perlakuan buruk yang diterima warga tersebut dan meninjau hukuman yang dijatuhkan kepada enam orang itu.
Apabila benar ditemukan perlakuan yang tak adil, para warga mesti diadili kembali sesuai dengan norma dan standar proses hukum serta asas peradilan yang adil.
"Setiap pernyataan yang terbukti dibuat karena hasil penyiksaan tidak dapat diterima dalam proses apa pun," ujar para ahli.
Sejauh ini para ahli sudah berupaya menghubungi pemerintah Riyadh, Dana Investasi Publik Saudi, Perusahaan NEOM, serta 18 perusahaan asing dan negara-negara bagian yang berkaitan dengan masalah ini.
Sementara itu, proyek NEOM sendiri merupakan proyek kota futuristik yang dikelola oleh Dana Investasi Publik Saudi.
Proyek ini digagas oleh Putra Mahkota Saudi sekaligus penguasa de facto, Pangeran Mohammed bin Salman (MbS).
Sejak diangkat menjadi putra mahkota, MbS memang berambisi mengubah Saudi menjadi negara yang lebih modern. Ia pun meluncurkan sejumlah proyek pembangunan ambisius salah satunya proyek NEOM.
NEOM rencananya dibangun di Tabuk, barat laut Saudi yang menghadap Mesir di seberang Laut Merah.
MbS mengklaim Kota NEOM akan dibangun seluas 26.500 kilometer di atas tanah gurun yang gersang lengkap dengan teknologi tinggi dan memiliki kapasitas untuk 450 ribu orang pada 2026 serta sembilan juta penduduk pada 2045. Kota futuristik ini rencananya selesai bertahap mulai 2025.
Di dalam NEOM, Saudi akan membangun gedung pencakar langit disebut The Line, yang berbentuk garis memanjang dengan tinggi 500 meter, lebar 200 meter, dan panjang hingga 170 kilometer.[eta]