WAHANANEWS.CO - Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) kembali mencoreng nama bangsa akibat keterlibatan mereka dalam aksi kriminal dan kekerasan di luar negeri, tepatnya di Jepang dan Taiwan.
Dari membentuk geng hingga tawuran antar perguruan silat, berbagai insiden ini berujung pada penangkapan dan hukuman penjara dari otoritas setempat.
Baca Juga:
Kemenkes Gandeng Prefektur Mie untuk Fasilitasi Karier Perawat di Jepang
Gengster WNI di Jepang
Insiden pertama terjadi di Osaka, Jepang, ketika sekelompok WNI terlihat berkeliaran membawa senjata tajam dan mengenakan atribut layaknya anggota geng jalanan.
Mereka menyebut diri sebagai kelompok “Pemulihan Harga Diri Jepang” (PHD Jepang), dan aksi mereka sempat viral pada September 2024.
Baca Juga:
Populasi Anak Jepang Cetak Rekor Terendah
Video yang tersebar menunjukkan para WNI ini mengibarkan bendera bergambar simbol geng, membuat resah warga lokal. Netizen Indonesia ramai mengecam aksi ini, menyebutnya mencoreng citra baik Indonesia di luar negeri.
Menanggapi itu, KBRI Tokyo mengimbau seluruh WNI di Jepang untuk mematuhi hukum dan norma sosial setempat, serta mengingatkan bahwa segala pelanggaran akan ditindak tegas oleh aparat hukum Jepang.
Tawuran Silat di Taiwan, Satu Tewas
Di bulan yang sama, keributan antar dua perguruan silat Indonesia pecah di Changhua, Taiwan, yang menyebabkan satu WNI tewas dan puluhan lainnya ditangkap. Konflik dipicu oleh perbedaan pendapat di media sosial soal latihan pencak silat antara anggota IKSPI dan PSHT.
Awalnya disepakati pertemuan untuk mediasi, tapi pertemuan tersebut malah berujung baku hantam brutal di depan stasiun kereta api Changhua. Sebanyak 29 orang ditangkap, 15 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Seorang WNI bernama Ario Eko Cahyono menjadi korban salah sasaran dan mengalami luka sayatan serius. Sementara pelaku utama, Kumaedi, dijatuhi hukuman 7 bulan penjara, dan tiga orang lainnya dijatuhi hukuman 3–4 bulan.
Vonis paling berat dijatuhkan kepada Rivan Antony Putra Hutafea, anggota IKSPI, yang menusuk anggota PSHT hingga tewas.
Ia divonis 11 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tinggi Taichung, setelah vonis sebelumnya 12 tahun 6 bulan dipotong karena dinilai tak melakukan pembunuhan secara sengaja.
Setelah menjalani masa hukuman, Rivan akan dideportasi ke Indonesia.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]